KedaiPena.Com- Publik tanah air kembali digegerkan oleh isu upaya penjegalan di Pemilu 2024 dalam hal ini ialah pemilihan Presiden atau Pilpres. Tudingan penjegalan di Pemilu 2024, pertama kali dilontarkan oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yakni Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY.
SBY saat berpidato di acara Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat beberapa waktu lalu mengatakan, Pilpres 2024 berpotensi hanya akan diikuti oleh dua pasangan calon presiden dan wakil presiden lantaran adanya upaya penjegalan.
Selaras pernyataan SBY, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto baru-baru ini juga mengaku dijegal melalui baliho-baliho yang tersebar di sejumlah daerah. Baliho kabarnya disebar ke daerah dengan tingkat keterpilihan tinggi bagi capres dua periode tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun menilai, fenomena jegal-menjegal pencalonan kandidat calon presiden dalam batas tertentu merupakan hal yang biasa dalam politik.
“Batas tertentu yang saya maksud adalah dalam batas persaingan yang bersifat kompetitif. Misalnya dalam satu partai saling berkompetisi karena kualitas dan modal sosial yang dimiliki masing-masing. Bukan semata-mata menggunakan modal finansial dan lobi-lobi jahat,” papar Ubed sapaanya, Kamis,(22/9/2022).
Namun demikian, Ubed memandang, upaya jegal- menjegal yang dilakukan dengan memproduksi semacam black information atau informasi bersifat fitnah serta tuduhan tak berdasar itulah menggambarkan suasana politik tidak sehat.
“Yang berpotensi mengganggu kualitas demokrasi,” beber pendiri Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta atau FKSMJ ini.
Ubed menilai, upaya penjegalan melalui informasi fitnah menujukkan rendahnya keadaban politik. Parahnya, hal itu bisa berimbas pada buruknya kaderisasi hingga rusaknya soliditas dan kedisplinan dari para kader di organisasi partai.
“Itu juga berarti menunjukan rendahnya keadaban politik. Rendahnya keadaban politik bisa terjadi karena buruknya kaderisasi di tubuh partai, atau rusaknya soliditas, serta rendahnya kedisiplinam kader pada organisasi partai,” ungkap Ubed.
Ubed mengaku, penjegalan politik akan lebih parah lagi bila menggunakan institusi penegak hukum atau institusi lainya dengan berbagai cara. Bagi Ubed, keadaban politik rendah semacam itu akan terus menumpuk dendam-dendam politik yang tak berkesudahan.
“Ini bencana bagi upaya untuk memperoleh pemimpin otentik yang berkualitas. Bencana bagi masa depan Indonesia. Sebab pemimpin yang muncul pada akhirnya bukan karena kualitas kepemimpinanya,” pungkas Ubed.
Laporan: Tim Kedai Pena