KedaiPena.Com – Ramadan yang agung akan menyapa kaum Muslim sebentar lagi. Bukan hanya di Indonesia, bulan penuh berkah ini disambut dengan riang gembira oleh kaum Muslim di seluruh dunia. Tak terkecuali di Afghanistan, tanah bangsa Afgan.
Afghanistan adalah sebuah negeri yang terletak di daratan tertinggi di Asia Tengah, menghampar seluas 650.000 kilometer persegi. Negeri ini dikurung pegunungan yang menjulang tinggi bagai atap dunia. Titik tertinggi di Afghanistan, Nowshak, ialah 7485 meter di atas permukaan air laut.
Negeri ini kering, sedikit pasokan air, namun tetap hijau di beberapa bagiannya. Beriklim tanah, sehingga sangatt dingin pada musim dingin dan sangat panas pada musim panas.
Sebagian besar penduduk Afghanistan adalah petani dan beragama Islam. Jumlah muslim di negeri ini mencapai 99% terbagi dua, dengan 80% menganut Islam Suni, 19% Syiah, 1% sisanya menganut kepercayaan lainnya.
Penduduk Afghanistan terbagi dalam suku-suku yang banyak. Populasi terbesar dari suku Pashtun dengan ciri-ciri berbadan tinggi besar, berkulit gelap, rambut hitam dan berombak, berwatak keras dan patriotik. Banyak pemimpin negeri ini berasal dari suku ini.
Selain Pashtun, suku-suku lainnya adalah Tajik, Hazara Uzbek, Nuristani, Baluchi, Turkmen, dan lain-lain.
Dilansir dari Buku ‘Ramadan di Berbagai Negara’ karya Nurul Asmayani Dkk, penduduk Afghanistan pertama kali mengenal Islam pada masa kekhalifahan Umar bin Al Khathab sekitar tahun 647 Masehi.
Khalifah Umar bin Al-Khathab mengirim pasukannya di bawah komando Ashim bin Amr At-Tamimi untuk memperluas wilayah kekhalifahan Islam dan menyebarkan agama ‘rahmatan lil alamin’ ke negeri ini.
Dan Islam mendapat sambutan yang luar biasa. Hampir seluruh penduduk Afghanistan suka rela menjadi pemeluk agama Islam yang taat. Pengaruh Islam mulai mengakar kuat di negeri ini.
Afghanistan menjadi pusat perkembangan ilmu dan kekuatan Islam di wilayah Asia Tengah, terutama pada masa kepemimpinan Sultan Mahmud Al-Gaznawi (962-1151 Masehi).
Banyak ulama masyhur di Asia bagian tengah dan timur yang berasal dari Afghanistan. Di antaranya Abu Hanifah, Al-Baihaqi, Al-Balki, Ibnu Hibban Al-Basti, Imam Armidzi, Imam An-Nasa’i, Imam Al-Bukhari, Djamaluddin Al-Afghani, dan lain-lain.
Dari bumi Afghanistan juga banyak lahir panglima perang yang gagah berani. Tercatat dalam sejarah nama Panglima Quthuz yang berhasil menaklukkan um Tartar, Muhammad Al Ghaznawi yang berhasil menaklukkan tentara Moghul.
Selain itu ada juga Fakhrurrazi, Ibnu Qutaibah, lmam al Haromain atau Al-Juwaini, A-Bainuri, Al-Badkhasyi, Al-Farabi, lbnu Sina, dan lain-lain.
Bukti kejayaan Islam di negeri ini banyak yang mengalami kehancuran akibat perang yang berkepanjangan. Namun di kota Mizani Syarif masih dapat kita saksikan dua buah masjid kuno yang indah dan megah.
Yaitu Masjid Khwaja Pasha yang dibangun oleh Muhammad Al-Ghaznawi dan Masjid Biru atau dikenal juga dengan nama Shrine of Hazrat Ali.
Ramadan di Afghanistan
Negeri ini sempat porak-poranda akibat agresi militer AS dan Sekutu. Konfliknya pun berkepanjangan.
Hari demi hari di bulan Ramadan, saat konflik terjadi, tak ubahnya seperti hari lain di luar bulan Ramadan, mencekam.
Keadaan seperti ini membuat warga sipil enggan melakukan luar rumah, keamanan menjadi prioritas. Desingan peluru dan suara ledakan bom setiap saat menghiasi kehidupan warga sipil di Afghanistan.
Menyambut kedatangan bulan Ramadan pihak pemerintah Afghanistan menetapkan dua hari di awal Ramadan sebagai hari libur nasional.
Rakyat Afghanistan memanfaatkannya untuk mempersiapkan bekal melaksanakan puasa dengan berbelanja kebutuhan bahan makanan di pasar.
Ketersediaan bahan pangan cukup memadai. Hanya saja harga barang-barang dirasakan sangat mahal bagi sebagan besar warga masyarakatyang berada di bawah garis kemiskinan.
Rakyat Afghanistan memprioritaskan 70 persen dari rata-rata pendapatannya yang hanya US$ 1 per hari, untuk berbelanja bahan makanan.
Dahulu, untuk mengetahui munculnya bulan Ramadan, para pemuda naik ke atas gunung tertinggi. Di sana mereka diam dan menunggu munculnya bulan sabit.
Jika sabit telah muncul, para pemuda ini akan menyalakan api sebagai pertanda mulainya puasa Ramadan. Masyarakat yang menunggu di bawah akan bersuka cita menyambut kabar ini.
Kegiatan di bulan Ramadan sebagaimana di negara Muslim lainnya, diawali dengan makan sahur. ‘Sahaar’, orang Afghanistan menyebutnya.
Sebagaimana Rasulullah Muhammad SAW mencontohkan, warga Muslim Afghanistan melaksanakan sahur menjelang datangnya waktu fajar.
Menu sahur sangat sederhana. Semangkuk bubur nasi, atau sekerat roti dengan sepotong buah-buahan seperti semangka, segelas ‘chai’ dan tidak lupa beberapa buah kurma. Hal itu dirasa sudah memadai.
‘Chai’ merupakan teh ala Afghanistan. Teh hitam beraroma ‘cardamon’ atau kapulaga dalam bahasa Indonesia.
Acara makan sahur hanyalah sekedar menunaikan sunah Rasulullah Muhammad SAW.
Aktivitas sahur ini berlangsung dalam suasana yang tenang. Tidak ada hiruk pikuk seperti di Indonesia. Bahkan menjelang subuh pun hampir tidak terdengar suara azan berkumandang.
Menjelang siang hari, keadaan juga berjalan biasa. Warga Afghanistan melakukan rutinitas mereka sebagaimana biasanya.
Pada bulan Ramadan tidak tampak satu orang pun minum dan makan di tempat-tempat umum.
Menjelang senja, suasana Ramadan baru terasa. Kaum laki-laki membeli makanan pembuka puasa dengan sabar dan antre.
Sebagaimana negara-negara di Asia Tengah, makanan pokok warga Afghanistan adalah roti yang di sebut ‘nan’.
Warga yang memiliki keuangan lebih dan memadai dapat membeli makanan seperti ‘kebab’ di restoran.
Selain itu, buah-buahan segar dan kering juga banyak tersedia di pasar. Seperti plum, jeruk, semangka, apricot delima dan melon.
Buah-buahan merupakan kebutuhan yang harus ada dalam menu makanan orang Afghanistan.
Aneka kacangan-kacangan juga menjadi pilihan mereka, seperti kacang ‘walnut’, ‘almond pistachios’ dan ‘pinenut’ (kacang dari biji buah sejenis pohon pinus).
Beberapa organisasi sosial memberikan bingkisan Ramadan bagi warga yang kekurangan, terutama bagi para janda dan anak yatim piatu.
Bingkisan ini berisi beberapa kebutuhan pokok seperti tepung gandum, beras, minyak goreng, gula dan teh.
Dari pengeras suara di pinggir jalan terdengar alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an menyemarakkan sore-sore di bulan Ramadan.
Beberapa stasiun televisi menayangkan beberapa program Ramadan di layar kaca.
Menjelang berbuka puasa, banyak warga yang hadir ke masjid-masjid. Anak-anak, laki-laki dan perempuan membantu di masjid untuk mempersiapkan acara buka bersama.
Berbagi makanan saat buka puasa menjadi tradisi warga Afghanistan. Acara buka bersama berlangsung sederhana.
Dimulai dengan menyantap makanan seperti buah kurma, roti, dan segelas air putih atau teh.
Setelah membatalkan puasa, berlanjut dengan melaksanakan shalat maghrib. Selepas shalat maghrib, barulah menyantap makanan yang lebih mengenyangkan seperti ‘chalaw’.
‘Chalaw’ adalah nasi khas Afghanistan, yaitu beras putih basmati yang bulirnya berbentuk panjang dan ramping dimasak setengah matang, kemudian ditiriskan lalu dipanggang dalam oven, diberi sedikit mentega dan garam.
Nasi ‘chalaw’ ini disajikan dengan ‘qormas’ yang merupakan masakan populer di Afghanistan. ‘Qormas’ berupa daging yang ditumis dengan bawang goreng dan dicampur dengan buah-buahan dan sayuran yang diberi bumbu rempah-rempah.
Usai iftar, umat Islam Afghanistan melaksanakan shalat tarawih. Ada yang melaksanakannya di masjid, adapula di rumah. Beberapa masjid di kota melaksanakan berbagai kegiatan Ramadan bagi anak-anak, pemuda dan mahasiswa.
Misalnya kegiatan kompetisi tilawah Al-Qur’an, lomba berceramah untuk remaja, dan kegiatan pendalaman Al-Qur’an dan Hadis. Dan beberapa hari di akhir Ramadan untuk para remaja diadakan kegiatan berkelompok buka puasa dan tahajud bersama
Sepuluh hari terakhir Ramadan para wanita disibukkan dengan aktivitas membersihkan tempat tinggal dan membeli aneka keperluan untuk Idul Fitri seperti pakaian baru, makanan dan sebagainya. Sementara, para pria semakin khusyuk beribadah di masjid.
Berakhirnya bulan suci Ramadan ditandai dengan pergi ke masjid dan lapangan untuk melaksanakan shalat Idul Fitri.
Saat ldul Fitri adalah saat bersyukur karenanya muslim Afghanistan memanfaatkan momen indah ini untuk saling bersilaturahim.
Dan yang sudah menjadi tradisi adalah saling memberi hadiah berupa makanan, uang, penutup kepala, dan lain sebagainya. Anak-anak juga mendapatkan uang dari orang tua dan kerabat.
Idul Fitri adalah momen untuk berkumpul bersama keluarga, teman yang jarang bersua dan semua kerabat jauh. Ucapan “Eid Mubarak” terdengar di mana-mana. Diiringi doa semoga amal ibadah mereka diterima di sisi Allah SWT.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas