KedaiPena.Com – Aktivis perempuan dan anak, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, menyoroti Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 yang mengatur tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Saraswati begitua ia disapa mengatakan, jika berdasarkan riset dan data dari negara-negara yang telah menerapkan hukuman serupa belum menunjukan efek positif atau efektif
“Yang pertama kita menolaknya bukan berarti kita tidak mendukung hukuman yang terberat untuk para pelaku kekerasan terhadap anak,” kata Sraswati, Selasa, (5/1/2021).
“Tapi kita mempertanyakannya karena berdasarkan riset dan data dari negara-negara lain itu belum tentu menunjukan efek positif terhadap kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak,” tambah Waketum Partai Gerindra ini.
Selain itu, Keponakan Menhan Prabowo Subianto ini, juga mempertanyakan cara penerapan hukuman kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Jika hukuman tersebut dilakukan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), kata Saraswati, akan bertolak belakang dengan sumpah mereka.
“Apalagi konteksnya sebagai hukuman bukan sebagai bagian dari rehabilitasi, kalau itu sebagai hukuman berarti ada penyiksaan yang dilakukan, tidak mungkin dari IDI akan menyetujui karena itu bertolak belakang dengan sumpahnya mereka,” tutur Saraswati.
“Kalau ini dilakukannya setelah menjalankan 15 tahun penjara itu akan dilakukannya bagaimana, karena tidak mungkin hanya dilakukan satu kali, karena kimia itu harus beberapa kali beberapa dosis selama rentan waktu 2 tahun itu,” lanjut Saraswati.
Kendati demikian, lanjut Saraswati, jika peraturan tersebut bicara konteksnya pemulihan sudah tepa. Namun, anggarannya harus sudah ada, bukan hanya untuk korban tapi juga untuk keluarga korban.
“Saat ini di Kemensos terakhir di tahun 2019 itu untuk 7000 korban, sementara data dari Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak atau Pemberdayaan Perempuan belum tahu berapa datanya,” tandasnya.
Laporan: Sulistyawan