‎
KedaiPena.com – Aksi terorisme yang terjadi saat ini seolah-olah menyudutkan umat muslim. Kaum muslim selalu dicap sebagai central radikalisme dan ekstrimisme yang kemudian menjadi benih aksi teroris. ‎
Menanggapi hal tersebut putri proklamator Indonesia, Rachmawati Soekarnoputri, memaparkan pemikiran-pemikiran Bung Karno di hadapan delegasi peserta ‎International Youth Converence on Countering Terrorism yang berkunjung ke kediamannya di Jalan Jati Padang Raya, Jakarta Selatan, Selasa (15/3) malam.‎
‎‎
“Proxy war yang asimetris war adalah produk setelah perang dingin antara blok barat dan blok timur. Dari negara kapitalis dan negara imperialis dengan negara timur. Ini adalah modus baru yang disebut Proxy war yang asimetris dengan war ” jabar Mbak Rachma, panggilan akrabnya.
Dijabarkan Mbak Rachma bahwa penjajahan di masa lampau memiliki produk nyata berupa perang melawan sekutu. Tapi dalam perang gaya baru, proxy war-nya tidak lagi seperti itu. Perang gaya baru, lanjutnya, lebih ganas ketimbang perang tradisional gaya lampau.‎
“Propaganda yang dilakukan pihak imperialis membuat orang secara tidak sadar terperangkap di dalamnya,” beber pendiri Yayasan Pendidikan Bung Karno itu.‎
Penjabarannya, pihak musuh melakukan penetrasi ke dalam suatu kebudayaan bangsa tertentu. Misalnya seperti yang dilakukan dalam masalah narkoba, kasus LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender), dan kemudian menciptakan istilah terorisme yang melabeli Islam sebagai aktornya.
“Padahal yang membuat produk ini adalaah pihak neokolonialisme. Bung Karno dulu sudah mengatakan bahwa Nekolim itu tidak pernah hilang,” kesalnya.
Mbak Rachma menekankan bahwa produk dari imperialisme adalah kapitalisme. Mereka menggunakan paham free fight liberalism yang cenderung membiarkan terjadinya survival of the fittes. Posisi saat ini, mereka merasa kuat dan senang akan kekuatan pengaruhnya.
Mereka, masih lanjut Mbak Rachma, mencari bentuk eksistensi ‎baru agar bisa melakukan penetrasi ke banyak tempat, sehingga bisa melakukan eksploitasi dalam bentuk lain.‎
“Nah, Islam itu mau dibentuk sebagai musuh bersama dengan cara-cara propaganda seperti ini,” tegasnya.‎
Lebih lanjut, Mbak Rachma menghimbau kepada peserta yang hadir untuk menyadari posisi diri dalam menghadapi situasi saat ini. Khusus untuk bangsa Indonesia, maka harus berpegang teguh pada ideologi yang kuat sesuai dengan kebudayaan dan Pancasila. Selain itu, bangsa Indonesia harus kembali ke konstitusi sesuai dengan UUD 1945 yang asali. Pasalnya di situ tertuang asas keadilan sosial yang bisa menangkal tipu muslihat kaum nekolim.‎
‎
“Menghadapi proxy war yang ganas saat ini, kita harus menyadari diri kita dan kembali kepada konstitusi kita,” pesannya.‎‎
‎International Youth Conference on Countering Terrorism merupakan program yang diinisiasi oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) ‎IMM. Program yang diikuti perwakilan 52 negara ini dihelat berbarengan dengan Milad IMM ke-52 yang jatuh pada 14 Maret 2016. Selain itu, ratusan pemuda dari berbagai daerah di Indonesia juga turut menjadi peserta acara ini.
Beberapa peserta asing itu di antaranya berasal dari Australia, Tiongkok, Jordan, Malaysia, Banglades, Mesir, Filipina, Kenya, Singapura, Polandia, Uganda, Algerian, Azerbaizan, Perancis, Portugas, Venezuela, Tanzania, Russia, Nigeria, Republik Ceska, Guatemala, Serbia, dan lainnya.‎
Konferensi ini membahas berbagai persoalan radikalisme yang sudah mewabah ke seluruh dunia. Selain itu juga mencari solusi penyelesaian aksi teror melalui kerjasama aktif lintas negara dalam membendung radikalisme dan terorisme. (oskar/veb)‎