KedaiPena.Com- Jelang akhir tahun 2024 lalu, Polda Sulawesi Selatan berhasil mengungkap sindikat yang memproduksi dan mengedarkan uang palsu di lingkungan UIN Alauddin Makassar. Produksi uang palsu ini telah dilakukan sejak 2022 sehingga peredarannya
sulit dikendalikan.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin mendesak Bank Indonesia (BI) untuk memperketat pengawasan.
“Saya mendukung langkah aparat penegak hukum untuk menindak tegas sindikat yang terlibat dalam pembuatan uang palsu. Namun, perlu juga ditelusuri sejauh mana peredaran uang palsu yang telah menyebar di tengah masyarakat. Karena pastinya akan sangat merugikan pihak-pihak yang menjadi korban dari uang palsu ini,” ujar Puteri dalam Kunjungan Kerja
Spesifik Komisi XI DPR RI ke PERURI Karawang seperti keterangan tertulis yang diterima redaksi, Jumat,(31/1/2025).
Puteri juga mengimbau BI dan PERURI untuk senantiasa mengevaluasi secara berkala terkait desain dan unsur pengamanan pada setiap jenis uang Rupiah tunai.
“Harus dipastikan unsur
keamanan ini tidak mudah ditiru maupun dipalsukan untuk mencegah penyalahgunaan. Karena para sindikat pemalsu uang sekarang ini makin canggih dengan memanfaatkan berbagai teknologi. Ditambah lagi, masih banyak masyarakat yang belum memahami ciri-ciri
uang asli,” ucap Puteri.
Oleh sebab itu, Puteri juga mendorong BI untuk meningkatkan edukasi terkait ciri-ciri keaslian uang Rupiah secara masif dan intensif di setiap kelompok masyarakat. Peningkatan pemahaman ini tentu akan semakin memudahkan masyarakat untuk mengenali Rupiah yang asli dan membedakan uang palsu.
“Terutama pengenalan jenis uang Rupiah pecahan yang terbaru. Serta, jenis uang Rupiah mana saja yang masih berlaku. Apalagi, saya sering menemukan beberapa orang, yang masih kesulitan untuk membedakannya maupun kebingungan bagaimana melaporkannya. Sehingga,
hal ini perlu semakin diperhatikan ke depan,” urai Puteri.
Selain itu, Puteri juga mendukung agar BI meningkatkan akseptasi pembayaran digital melalui QRIS sehingga dapat menekan risiko terhadap peredaran uang palsu. Namun, pembayaran non tunai ini bukan berarti membuat pedagang atau merchant dapat menolak pembayaran dengan
uang kartal.
“Karena sesuai UU Mata Uang sebagaimana diubah dengan UU Pengembangan dan Penguatan
Sektor Keuangan, bahwa Rupiah terdiri dari bentuk kertas, logam, dan digital. Artinya, uang tunai baik kertas maupun logam masih tetap berlaku dan wajib diterima sebagai alat pembayaran yang sah. Selain itu, Pasal 23 UU Mata Uang melarang penolakan terhadap Rupiah, termasuk uang tunai.” tutup Puteri.
Laporan: Muhammad Hafid