KedaiPena.com – Perubahan kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dinyatakan penting untuk dilakukan. Mengingat, telah terjadi perubahan lingkungan strategis baik nasional maupun global.
Antara lain untuk menyesuaikan dengan target pertumbuhan ekonomi untuk menjadi negara maju di tahun 2045, kemajuan pengembangan teknologi energi baru dan energi terbarukan, serta sebagai komitmen untuk mencapai target pengurangan emisi gas rumah kaca dan net zero emission pada tahun 2060.
Analis Hukum Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP), Bayu Yusya, menilai perubahan kebijakan energi nasional sangat penting dan mendesak karena memang telah terjadi banyak perubahan kondisi dan untuk menghadapi tantangan penyediaan energi di masa depan.
“Kebijakan Energi Nasional yang ditetapkan pada tahun 2014 saat ini telah berusia 10 tahun, ini waktu yang tepat untuk dilakukan perubahan”, kata Bayu dalam diskusi publik PUSHEP, ditulis Senin (24/6/2024).
Ia menjelaskan, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah yang telah diajukan tersebut, mematok target bauran energi baru dan energi terbarukan antara 19 persen sampai dengan 22 persen pada tahun 2030 dan terus naik sampai 72 persen di tahun 2060. Target ini sangat berat, mengingat hingga akhir tahun 2023 pencapaiannya hanya 13,09 persen.
“Jika tidak ada upaya yang luar biasa dan melibatkan semua pihak keroyokan bersama-sama memacu bauran energi, maka target transisi energi tidak akan tercapai,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, selama ini kewenangan urusan energi masih terpusat di pemerintah pusat dan hanya sampai provinsi, maka perlu didesentralisasikan sampai ke daerah kabupaten/kota agar daerah juga ikut bersama-sama bertanggungjawab terhadap pengembangan energi ke depan.
Selain itu, penyediaan energi khususnya tenaga listrik untuk masyarakat tersentralisasi oleh PT PLN (Persero), padahal banyak pihak yang punya potensi untuk mendukung penyediaan energi khususnya energi terbarukan untuk masyarakat.
Untuk itu, lanjutnya, perlu dibuka kesempatan bagi semua pihak untuk mendukung dalam penyediaan dan pengembangan energi baru dan energi terbarukan terutama subholding BUMN misalnya Pertamina New and Renewable Energy (PNRE) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE) atau pihak-pihak lainnya.
“Saya kira mereka punya kemampuan, intinya semua pihak harus sinergi dan keroyokan untuk percepatan target bauran energi sesuai kebijakan transisi energi,” ujarnya lagi.
Secara hukum hal ini sangat dimungkinkan, apalagi saat ini DPR sedang membahas RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan yang bisa memasukkan ketentuan tentang keterlibatan pihak-pihak dalam pengembangan energi baru dan energi terbarukan. Disamping itu juga perlu diperkuat dalam perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang juga sedang disiapkan rancangan perubahannya oleh DPR.
“Untuk itu, proses pembahasan dan penyiapan RUU ini di DPR harus transparan dan partisipasif melibatkan semua pihak,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa