Artikel ini ditulis oleh M.Idris Hady, Sekjen ADA API.
Selama ini rumors Mahfud MD akan mengundurkan diri dari jabatan Menko Polhukam, telah menjadi kenyataan. Tanggal 1/2/2024, Mahfud MD resmi memberikan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo yang didampingi Mensekneg Pratikno di Istana Negara.
Pengunduran diri Mahfud dari jabatan Menko Polhukam, tentu tidak tiba-tiba tanpa sebab.
Kalau ada anggapan bahwa supaya ada keleluasaan dan terbebas dari beban jabatan di kabinet, itu bisa ditepis dengan mudah.
Bukankah Mahfud MD telah tahu dan sadar, bahwa dirinya dan anak kandung Presiden Jokowi, yaitu Gibran Rakabuming Raka, dalam Pilpres/Cawapres 2024, sama-sama menjadi Cawapres dari kubu yang berbeda? Artinya kalau itu yang jadi alasan, dari awal pendaftaran di KPU, Mahfud MD seharusnya mengundurkan diri dari jabatan Menko Polhukam.
Lantas, kalaupun ada anggapan bahwa Mahfud MD mundur dari jabatan Menko Polhukam karena desakan publik, supaya tidak ada tekanan secara politis dari sang tuannya (dalam hal ini Presiden Jokowi), juga tidak masuk akal, mengingat selama ini, telah memperlihatkan secara telanjang kehadapan publik, kebanyakan para pejabat negara, punya watak dan kebiasaan tebal muka dan bebal, sekalipun kritikan datang bertubi-tubi, tetap saja kritikan itu masuk tong sampah, tidak terkecuali sosok Mahfud MD.
Yang harus dicermati justeru ketika Debat Cawapres tanggal 21 Januari 2024 yang lalu.
Cawapres Gibran dalam menanggapi paparan Cawapres Mahfud MD, sungguh sangat tidak etis dengan gerak-gerik yang sangat memalukan, sehingga sangat wajar kalau para netizen menghujat Cawapres Gibran.
Tingkah polah dan ucapan Cawapres Gibran kepada Capres Mahfud MD dalam debat Cawapres itu, sudah menyentuh “titik singgung yang paling dalam” bagi seorang Mahfud MD, yang mempunyai sederet reputasi mentereng, sehingga kekesalan Mahfud MD membalas ucapan (pertanyaan) Cawapres Gibran dengan ungkapan “pertanyaan recehan”.
Ungkapan Mahfud MD ini sangat jelas berkelas untuk membalas ucapan Cawapres Gibran yang jauh sangat tidak berkelas (kalau saja Mahfud MD mengucapkan dengan kalimat IQ JONGKOK kepada Cawapres Gibran, tentu Mahfud MD akan mendapatkan gunjingan dari para netizen yang sangat kritis, melainkan para intelektualpun akan mengatakan Mahfud MD adalah sosok yang tidak berkelas, sosok arogan yang tidak beretika dan bahkan akan punya predikat Guru Besar untuk kelompok linglung).
Makna dalam dari ucapan Cawapres Mahfud MD tentang pertanyan recehan ini, telah menjadi guyonan dalam podcast Rhenald Kasali yang ditayangkan 23/1/24 (tidak salah juga kalau ada yang menyebut ‘Candaan tentang Recehan diantara Dua Guru Besar’ dalam podcast milik Rhenald Kasali).
Seperti tulisan diatas, tentang “Titik Singgung yang paling dalam”, sebenarnya inilah yang paling mendasar bagi Mahfud MD mengundurkan diri dari jabatan Menko Polhukam.
Kita masih ingat falsafah madura:
“E tembang Pote Mata Anggo’ Potea Tolang” (artinya: daripada putih mata lebih baik putih tulang).
Mahfud MD sebagai anak turunan Madura, sangat difahami kalau ucapan dan pertanyaan Cawapres Gibran telah menumbuhbangkitkan sifat patriarki orang Madura dengan falsafahnya itu: “daripada menanggung rasa malu lebih baik mati”, yang tentunya harus dimaknai dengan selorohan politik: saatnya akan kubuka segalanya yang aku ketahui, sekalipun besar taruhannya.
Atau selorohan orang yang sedang bercinta: “Tinggi gunung kan kudaki, laut luas kan kuseberangi, demi cintaku padamu”, sekalipun orang yang bercinta itu tak bisa berenang.
Wallohu’alam bisshowab.
[***]