PAGI itu kemarahan disiarkan oleh televisi
Tapi aku tidur. Istriku yang menonton
Istriku kaget. Sebab seorang letnan jendral menyeret-nyeret namaku‎.
Dengan tergopoh-gopoh selimutku ditarik-tariknya
Dengan mata masih lengket aku bertanya, “Mengapa?”Â
Hanya beberapa patah kata keluar dari mulutku
‎
“Namamu di televisi‎”
Kalimat itu terus dia ulang seperti otomatis.
Aku tidur lagi
Dan ketika bangun wajah jendral itu sudah lenyap dari televisi. Karena acara sudah diganti
Aku lalu mandi. Aku hanya ‎ganti baju
Celananya tidak‎. Aku memang lebih sering ganti baju ketimbang celana
Setelah menjemur handuk, aku ke dapur
Seperti biasa, mertuaku yang setahun lalu ditinggal mati suaminya itu, telah meletakkan gelas berisi teh manis
Seperti biasanya ia meletakkan di sudut meja kayu panjang itu, dalam posisi yang gampang diambil
Istriku sudah mandi pula. Ketika berpapasan denganku kembali kalimat itu meluncur‎
“Namamu di televisi”
Ternyata istriku jauh lebih ‎cepat mengendus bagaimana kekejaman kemanusiaan itu daripada aku
Sajak Widji Tukul‎