KedaiPena.Com- Permintaan Ketua DPP PDIP Puan Maharani kepada kader PDI-P untuk tidak memilih pemimpin yang sering tampil di media sosial, tapi tak bisa bekerja mendapatkan apresiasi Dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin.
“Saya mengapresiasi dan sepakat atas apa yang disampaikan Puan bahwa memilih pemimpin jangan yang jago main medsos tapi tidak bisa bekerja,”’kata Alvin sapaanya, Kamis,(28/4/2022).
Alvin menuturkan, masyarakat Indonesia sebaiknya memilih pemimpin dengan rekam jejak meritokrasi, track record bersih hingga rasa peduli tinggi dengan rakyat.
“Harusnya memilih pemimpin yang meritokrasi, track record bersih dari korupsi, dan betul-betul peduli dengan rakyat,” papar Alvin.
Namun demikian, kata Alvin, dalam sistem demokrasi saat ini pemegang hak suara memilih kandidat tertentu berdasarkan informasi yang didengar, dibaca hingga ditonton. Alvin menilai, media sosial menjadi kunci penting dalam sebuah komunikasi politik.
“Di era saat ini, media sosial menjadi kunci komunikasi politik. Kandidat politik yang berhasil memanfaatkan new media, dia yang akan keluar sebagai pemenang,” papar Alvin.
Alvin menjelaskan, banyak contoh konkrit penggunaan media sosial dalam kerja-kerja politik. Alvin menuturkan, seperti di tahun 2009, saat Barack Obama terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) karena memanfaatkan Facebook.
“Lalu, Narendra Modi bisa jadi PM India pada 2014 karena memanfaatkan kekuatan hologram. Kemudian, Donald Trump pada Pemilu 2016 memanfaatkan kekuatan Twitter untuk jadi Presiden AS,” papar Alvin.
Selanjutnya, kata Alvin, ada juga Joe Biden yang menggunakan kekuatan influencer di era medsos ini untuk bisa menang atas Donald Trump yang merupakan incumbent dalam Pilpres AS beberapa tahun lalu.
“Apa benang merahnya? new media itu jadi kunci kemenangan,” tambah Alvin.
Dengan demikian, tegas Alvin, meski mendukung pernyataan Puan namun tetap tidak bisa mengesampingkan fakta publik yang menjatuhkan pilihan setelah terpapar informasi di medsos.
“Berdasarkan data dari Reuters Institute mengenai Digital News Report 2021, terungkap fakta bahwa masyarakat Indonesia itu 89 persen mendapatkan informasi dari media sosial. Dari laporan itu juga disampaikan bahwa tingkat kepercayaan publik pada media itu rendah, di angka rata-rata 39 persen.
Fakta ini tidak lepas dari adanya fenomena kepemilikan media yang berafiliasi dengan partai tertentu. publik melihat adanya bias,” jelas Alvin.
Alvin menegaskan, jika di media sosial, publik yang belum sepenuhnya memiliki literasi media, masih menganggap semua konten yang ditampilkan oleh kandidat tertentu sebagai wujud rill.
“Ketika misalnya Ganjar marah-marah pada kontraktor bangunan yang kemudian di upload ke YouTube, dianggap sebagai laporan pertanggungjawaban kerja gubernur ke publik,” imbuh Alvin.
Alvin melanjutkan, jika di era saat ini, tidak hanya dibutuhkan pemimpin yang bekerja demi rakyat, melainkan juga dibutuhkan support media sosial.
“Agar apa yang dikerjakan tersampaikan pada publik,” imbuh Alvin.
Puan Harus Manfaatkan Medsos Dongkrak Elektabilitas
Puan Maharani sebaiknya dapat memanfaatkan media sosial guna meningkatkan elektablitas dan popularitas jelang pemilu 2024.
Alvin menyarankan, agar putri dari Megawati Soekarnoputri dapat memanfaatkan sejumlah platfrom di media sosial seperti IG, YouTube, hingga TikTok.
“Bahkan kalau perlu, masuk ke game online. Biden, ketika Pemilu AS 2020 lalu, sampai masuk ke game Fortnite demi menjangkau pemilih muda,” pungkas dia.
Sebelumnya, Ketua DPP PDI-P, Puan Maharani meminta kader PDI-P selektif dalam memilih pemimpin. Puan meminta agar para kader tidak memilih pemimpin yang sering tampi di media sosial, tapi tak bisa bekerja.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Puan ketika menanggapi hasil survei bakal calon presiden dan calon wakil presiden 2024 yang mulai bermunculan.
Laporan: Muhammad Hafidh