Artikel ini ditulis oleh Muslim Arbi, Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu.
Mengapa disebut debt trap atau jebakan hutang. Sebagaimana proyek-proyek debt di Afrika maupun di sejumlah negara Asia. China menggelontorkan hutang dan bangun infrastruktur. Seperti di Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan. Juga di sejumlah negara Afrika. Akhirnya negara-negara itu terjebak hutang China dan saat ini negara-negara itu di bawah kendali Beijing.
Modus yang sama terjadi di sini. Dalam proyek KCJB. Jebakan hutang China itu tampak nyata dan jelas.
Pada awalnya melalui kerjasama B to B. Karena bermasalah dari segi dana dan waktu, akhirnya negara ambil alih. Negara dicengkram hutang menggunung. Dan sekarang China minta jaminan APBN?
Apa manfaat dan urgensinya Proyek KCJB ini. Malah bikin beban dan negara tersandera.
Dahulu ketika Jepang tawarkan dana, bunga dan waktu lebih rendah dan lebih pendek. Ditolak. Malah setujui tawaran China yang lebih mahal, bunga tinggi dan waktu lebih lama.
Jadi untuk keselamatan negara dari cengkraman jebakan hutang China. Proyek ini harus diaudit dan usut pelaku yang membawa jebakan hutang China tersebut.
Jokowi, Luhut dan orang-orang yang setujui proyek ini bisa saja sudah masuk liang lahat. Tapi anak-cucu dan generasi mendatang akan terbebani hutang di proyek ini. Bahkan melihat gelagat China yang sandera APBN untuk jaminan Proyek KCJB ini, semakin meyakinkan ini proyek jebakan hutang.
Kalau bukan debt trap, kenapa dipaksakan harus dengan China dan bukan dengan Jepang. Dan apa urgensinya KCJB? Yang sudah membelit sejak awal?
Kalau bukan debt trap atau jebakan. Kenapa langsung minta jaminan APBN? Padahal ini semula adalah proyek dengan skema B to B. Kenapa diubah menjadi B to G? Dan sekarang Negara menjadi taruhan dan jaminan?
Sekali lagi DPR dan BPK jangan diam. Harus bergerak.
Rakyat harus terbuka mata nya soal proyek infrastruktur Debt Trap ini. Dan waspada agar kejadian yang di alami oleh negara-negara Afrika dan beberapa negara Asia yang jatuh miskin karena kena jebakan hutang China, tidak terjadi di sini.
Jakarta, 30 Juni 2023
[***]