BEREDARNYA video penistaan kitab suci Agama Islam oleh Gubernur DKI, Ahok telah memancing reaksi beberapa elemen umat Islam. Saya akan mencoba menilai ini secara utuh dan basis intelegensia.
Video yang beredar itu adalah video resmi yang diunggah oleh Pemda DKI dalam kunjungan Ahok ke kepulauan Seribu akhir september. Ini jadi catatan penting pertama kita, Ahok sedang melakukan kunjungan kerja sebagai Gubernur.
Video yang diunggah oleh Pemda DKI tentu otomatis sudah dikaji oleh Ahok atau minimal tim Ahok. Tentu konten dimenit ke 23 itu sudah diketahui oleh Ahok dan tim sebagai ucapan yang sensitif dan tidak pada tempatnya.
Bagi saya, Ahok dan tim sedang memainkan sebuah permainan yang saya sebut sebagai “Provokasi Ala Ahok.” Pola ini sebenarnya pola lama dengan melempar umpan agar lawan mengikuti permainan perang ala Ahok. Ibarat dalam sebuah perang kolosal, ia giring musuh jauh dari sumber air agar mudah dilumpuhkan oleh sebuah ‘counter attack’.
Ahok dan timnya saya kira sudah menghitung kemana langkah atau reaksi lawan politiknya. Bagi Ahok ini menjadi panggung politik agar dia terkesan sebagai korban dalam isu SARA atau kita kenal dengan ‘play victim’. Bagi orang cerdas ini cara basi.
Ahok sedang melakukan provokasi agar lawan politik dan umat Islam menyerang balik Ahok secara agama dan keyakinan, agar terkesan ia sebagai minoritas yang dizolimi. Sangat banal cara seperti ini dalam peradaban demokrasi.
Terbukti Ahok, timses Ahok, Buzer medsos dan media pendukungnya melakukan pemutarbalikan fakta dan opini. Ada beberapa catatan yang saya rekam sebagai opini dari pihak ahok.
‎
Pertama, Ahok merasa dirinya difitnah oleh orang yang mengunggah video itu tidak secara utuh. Memposisikan ada provokasi terkait SARA kepada dirinya yang bilang dia kafir. Padahal video tersebut dengan jelas dan jernih menunjukan bahasa provokatif Ahok terkait perbedaan keyakinan. Kira-kira ucapan provokasi dan sensitif Ahok berbunyi. “Bisa saja dalam hati kecil bapak/ibu tidak pilih saya. Kan dibohongi pakai Surat Al-Maidah 51 dan macam-macam itu.”
Kalimat itu tegas dan jelas bahwa Ahok mengatakan surat Al-Maidah 51 sebagai alat kebohongan dengan frase ‘pakai’. Tidak ada penggunaan kata politisi atau pihak yang melakukan kebohongan. Bahasa ahok menyasar Surat Al-Maidah sebagai alat kebohongan.
Tim Ahok pun segera menyebar opini seolah Ahok ingin bilang politisi atau lawan politiknya yang menggunakan Al-Maidah ayat 51 untuk membohongin warga tidak memilih Ahok. Itu pun sebenarnya secara etis dan tata bahasa tidak meruntuhkan maksud Ahok yang menilai Al-Maidah ayat 51 itu tidak perlu dilihat umat Islam.
Secara etis kerukunan umat beragama, Ahok yang non-muslim tidak layak dan pada tempatnya memberikan penilaian kepada keyakinan Agama lain. Tafsir sebuah kita suci sebuah Agama itu butuh keyakinan, sedangkan Ahok tidak meyakini Agama Islam karena dia bukan muslim. Sama hal nya jika kita analogikan dengan umat non Nasrani menilai halal atau haram memakan babi dalam Al-Kitab sebagai hal yang tidak etis dan pada tempatnya.
Kedua, Ahok dan tim berusaha menyebar opini bahwa polemik video penistaan Al-Quran ini sebagai serangan politik atau politisasi dari lawan politik atau timses sebuah kubu cagub di pilkada DKI yang jadi lawan politiknya.
Namun catatan saya di awal tulisan ini, justru Ahok dan tim yang sedang melakukan politisasi program kerja sebagai Gubernur. Dalam video itu jelas tergambar bahwa Ahok dan pemda DKI sedang melakukan tugas sebagai Gubernur, bukan sebagai cagub. Lagi-lagi tidak pada tempatnya Ahok membahas pilih atau tidak memilih dalam kapasitasnya sebagai Gubernur yang notabene dibiayai oleh fasilitas publik.
Dalam video tersebut Ahok jelas sedang berusaha mengkampanyekan dirinya dengan cara bahasa negatif ‘tidak perlu khawatir program ini berhenti jika tidak memilih dirinya karena dibohongi pakai Al-Maidah 51…”
Jika orang paham strategi politik sebenernya cara ini adalah cara lama untuk meraih simpati publik dengan bahasa propaganda negatif, namun untuk membangun image positif. Dalam hal ini Ahok ingin membangun image dirinya dizolimi, ikhlas bekerja dan tidak haus jabatan. Sangat sederhana untuk kita baca cara seperti ini.
Oleh karena itu saya tegaskan bahwa polemik video penistaan Al-Quran oleh Ahok adalah bagian dari skema permainan berupa provokasi ala Ahok yang dia buat oleh timnya untuk meraih simpati dan dukungan.
Namun jika kita cermat dan cerdas, sebuah strategi dan skema politik punya titik kelemahan. Jika kita paham titik kelemahannya, maka kita bisa membongkar permainan ini dan menjadikannya bumerang untuk Ahok.
Oleh Aditya Iskandar, Presidium ‎SUROPATI (Solidaritas Untuk Pergerakan Aktifis Indonesia)‎