Artikel ini ditulis oleh Sutan Emir Hidayat, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).
Menurut laporan dari the State of the Global Islamic Economy 2023/2024, consumer spending masyarakat muslim global telah meningkat dari US$1,62 triliun pada tahun 2012 menjadi US$2,29 triliun pada tahun 2022 dan diproyeksikan akan mencapai US$3,10 triliun pada tahun 2027. Consumer spending masyarakat muslim global tersebut tersebar pada 6 sektor halal meliputi Halal Food, Modest Fashion, Media & Recreation, Muslim Friendly Travel, Halal Cosmetics, dan Halal Pharma. Perkembangan ke-6 sektor rill tersebut didukung oleh sektor keuangan syariah sebagai enabler yang pada 2021/2022 asetnya mencapai US$3,9 triliun, diproyeksikan meningkat hingga US$5,9 triliun pada 2025/2026.
Berdasarkan Global Islamic Economy Indicator (GIE) 2023/2024, secara umum Malaysia masih berada pada peringkat pertama yang mempertahankan posisi teratas selama 10 tahun berturut-turut. Kemudian, Arab Saudi berada di peringkat kedua, sedangkan Indonesia naik ke peringkat ketiga dari posisi sebelumnya (peringkat ke-empat), yang disusul UEA pada peringkat keempat. Sementara itu, Bahrain kembali masuk 5 besar untuk pertama kalinya sejak 2019/2020.
Pada tahun 2025, dengan potensi nilai belanja umat Islam di dunia yang begitu besar, negara-negara di dunia diprediksi akan bersaing secara kompetitif dalam memperebutkan pasar industri halal dunia. Pergerakan negara-negara mayoritas non Muslim seperti Brazil, India, dan Australia dalam industri halal tentunya perlu diapresiasi sebagai cerminan bahwa ekonomi syariah bersifat inklusif dan universal. Namun, hal ini tentu menjadi peringatan bagi negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim, khususnya yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Salah satunya Indonesia, dengan penduduk beragama Islam tercatat sebanyak 245.973.915 juta jiwa per Semester 1 tahun 2024 (berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri), atau setara dengan 87,08 persen dari jumlah penduduk negara tersebut, yang berjumlah 282.477.584 jiwa. Dengan potensi yang begitu besar, sudah selayaknya Indonesia menjadi salah satu negara yang mampu bersaing secara kompetitif untuk menjadi pusat industri halal dunia.
Dalam hal ini, ekonomi syariah di Indonesia menunjukkan tren pertumbuhan yang menjanjikan, seiring dengan potensi pasar yang besar. Dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan sehari-hari, prospek ekonomi syariah di tahun 2025 semakin cerah. Hal ini tidak terlepas dari sinergi dan kolaborasi Kementerian/Lembaga yang diorkestrasi melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), lembaga non struktural yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 yang mempunyai tugas mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Sinergi dan kolaborasi ini ditunjukkan dengan telah terbitnya Undang-Undang nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Dalam hal ini, arah kebijakan jangka panjang ekonomi dan keuangan syariah yang termuat dalam RPJPN 2025-2045 telah mengakomodasi keseluruhan aspek ekosistem ekonomi dan keuangan syariah. Penguatan ekonomi dan keuangan syariah dalam mendukung pembangunan ekonomi nasional dilakukan melalui antara lain peningkatan posisi keuangan syariah Indonesia di tingkat global; peningkatan peran keuangan sosial syariah dalam rangka pengentasan kerniskinan dan pengurangan ketimpangan sosial ekonomi, penguatan ekosistem industri halal utamanya makanan minuman, fesyen muslim, industri kosmetik dan obat-obatan, pariwisata dan ekonomi kreatif, yang mencakup bahan baku halal, penguatan rantai nilai industri, kewirausahaan dan UMKM industri halal, dan penguatan regulasi, kelembagaan ekonomi dan keuangan syariah, serta infrastruktur ekonomi dan keuangan syariah.
Kemudian, muatan ekonomi syariah juga telah dimuat dalam Teknokratik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 yang muatannya telah disesuaikan dengan Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden 2025-2029 yang menekankan Ekonomi Syariah untuk mendorong kemandirian bangsa. Pada dokumen tersebut, penguatan ekonomi dan keuangan syariah dilakukan melalui penguatan industri halal, meliputi makanan minuman, fesyen muslim, industri kosmetik dan obat-obatan, pariwisata dan ekonomi kreatif, yang mencakup penguatan bahan baku halal dan rantai nilai industri halal, penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) halal; penguatan ekspor halal dan kerjasama ekonomi syariah internasional, penguatan keuangan syariah, meliputi perbankan syariah, industri keuangan non bank syariah dan pasar modal syariah; dan penguatan dana sosial syariah (zakat, infaq, sedekah dan wakaf). Keseluruhan upaya tersebut didukung oleh penguatan regulasi dan kelembagaan ekonomi dan keuangan syariah baik di tingkat pusat maupun daerah.
Selain itu, terkait pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di daerah, telah terbentuk Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) pada 31 provinsi sebagai katalisator percepatan ekonomi dan keuangan syariah di daerah. Infrastruktur kelembagaan ini memainkan peran penting dalam mengorkestrasi sinergi dan kolaborsi pemangku kepentingan di daerah dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah. Pada level provinsi, Sebagian besar Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 telah memuat arah kebijakan ekonomi syariah. Dalam hal ini, KDEKS memiliki peran penting untuk mengawal termuatnya arah kebijakan ekonomi syariah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025- 2029 pada setiap provinsi dan memastikan implementasinya dalam jangka menengah.
Salah satu tantangan yang perlu dihadapi pada tahun 2025 nanti adalah peningkatan literasi masyarakat mengenai ekonomi dan keuangan syariah untuk mendukung Indonesia sebagai pusat halal global. Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa indeks literasi ekonomi syariah berada pada angka 28.01 persen. Sementara itu, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), indeks literasi dan inklusi keuangan syariah saat ini sebesar 39,11 persen dan 12,88 persen. Berdasarkan data tersebut, dibutuhkan penguatan literasi dan inklusi ekonomi syariah yang lebih signifikan. Peningkatan literasi masyarakat mengenai ekonomi dan keuangan syariah sangat penting, karena literasi yang tinggi akan berimplikasi pada bertambahnya partisipasi penggunaan produk dan jasa ekonomi yang dalam hal ini, diantaranya adalah keuangan syariah dan industri halal. Dalam hal ini, KNEKS bersama dengan pemangku kepentingan terkait telah meluncurkan Buku Strategi Nasional Literasi dan Inklusi Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (SNLIEKSI), diharapkan dokumen tersebut dapat menjadi pedoman komprehensif untuk peningkatan target indeks literasi ekonomi syariah sebesar 50 persen pada akhir 2025 sebagaimana amanat Wakil Presiden selaku Ketua Harian KNEKS.
Dengan potensi yang besar dan berbagai perencanaan strategis yang telah dilakukan, Indonesia berada pada jalur yang tepat untuk menjadi pusat industri halal global. Namun, upaya ini memerlukan sinergi yang lebih erat antara pe merintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan sinergitas yang kuat, Indonesia berpotensi untuk menjadi pemimpin dalam ekonomi dan keuangan syariah global.
[***]