KedaiPena.Com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta dapat bertindak profesional guna menangangani lambannya proses legalisasi sejumlah desa hasil pemekaran yang dikenal dengan desa persiapan.
“Menyaksikan keluhan yang kami terima dalam rapat dengar pendapat umum siang ini, kami meminta agar Kemendagri bertindak profesional dalam memberikan legalitas atas desa pemekaran,” kata Junimart dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, (3/12/2021).
Junimart meminta Kemendagri serius dan profesional dalam proses pemberian legalisasi atau kode desa terhadap 9 desa hasil pemekaran pada tahun 2012 di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau.
Hal itu, menurut dia, karena hingga saat ini desa-desa tersebut masih belum memiliki kode desa sendiri sehingga sejumlah hak sebagai pemerintahan desa dari pemerintah pusat tidak kunjung diterima oleh desa tersebut.
“Mendengar apa yang disampaikan Ketua DPRD Rohil yang mengatakan kode wilayah atas desa pemekaran mereka tidak kunjung dikeluarkan oleh Kemendagri karena masalah Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 yang diberlakukan surut terhadap hasil pemekaran tahun 2012. Karena tidak ada aturan atau Undang-undang yang boleh berlaku surut,” ujarnya.
Dia berharap Kemendagri segera memberikan legalisasi 9 desa pemekaran tersebut karena menjadi penentu atas hak dari pemerintahan desa yang telah dibentuk.
Dalam RDPU Komisi II DPR RI, Ketua DPRD Rohil Maston meminta Komisi II DPR RI mendesak Kemendagri untuk segera melakukan verifikasi kode wilayah 9 desa yang sejak tahun 2012 telah dimekarkan.
Kesembilan desa tersebut, menurut dia, adalah Bagan Sinembah Jaya, Sukajadi Jaya, Jadi Makmur, Bakti Jaya, Kasang Bangsawan Muda, Pematang Geting, Siarang-arang Rokan, Bagan Nenas, dan Suka Mulya.
Dia menilai akibat tidak kunjung dikeluarkannya kode wilayah atas 9 desa tersebut, maka sampai saat ini desa-desa tersebut tidak kunjung mendapatkan hak desa seperti alokasi dana desa (ADD).
Dia menjelaskan 9 desa tersebut dimekarkan pada tahun 2012 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2012 dan berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2005, serta Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 28 tahun 2006.
Laporan: Muhammad Hafidh