KedaiPena.com – Target Dewan Energi Nasional (DEN) terkait pengoperasional Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir, dinyatakan sebagai target yang menantang. Tapi, langkah memulai PLTN sebagai salah satu sumber energi merupakan upaya strategis dan visioner.
Profesor Riset BRIN, Djarot S Wisnubroto menyatakan rencana pemerintah untuk membangun PLTN adalah langkah strategis dan visioner dalam upaya mencapai target karbon bersih (net zero emissions) pada tahun 2060.
Selain itu, PLTN dapat menjadi solusi untuk menjamin keamanan pasokan energi jangka panjang dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
“Namun, keberhasilan implementasinya akan sangat bergantung pada persiapan yang matang, mulai dari aspek teknis, regulasi, hingga penerimaan masyarakat,” kata Djarot saat dihubungi, Rabu (11/12/2024).
Ia menyatakan pemerintah harus memperhatikan infrastruktur dari lokasi yang akan ditentukan, sesuai dengan kriteria keselamatan dan keamanan yang ketat sesuai panduan IAEA, seperti bebas dari tsunami, jauh dari aktivitas vulkanik, dan tidak berada di zona sesar aktif. Infrastruktur pendukung, seperti jaringan listrik (on-grid) dan fasilitas pendukung lainnya, juga harus disiapkan dengan baik.
“Dari sisi SDM, Indonesia masih perlu meningkatkan kapasitas tenaga ahli di bidang nuklir. Pengembangan SDM bisa dilakukan melalui kerja sama internasional, pelatihan teknis, serta pendidikan tinggi di bidang teknologi nuklir. Selain itu, program sosialisasi kepada masyarakat perlu digalakkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap teknologi nuklir,” ujarnya.
Mananggapi 29 lokasi yang disebutkan oleh Dewan Energi Nasional (DEN), Djarot menyebut daerah-daerah seperti Bangka Belitung (Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan) memiliki potensi besar, karena letaknya yang relatif jauh dari zona gempa dan aktivitas vulkanik, serta memiliki akses ke jalur transportasi laut yang memudahkan logistik. Selain itu, Pangkalan Susu di Sumatera Utara juga menarik karena dekat dengan kebutuhan energi industri dan memiliki infrastruktur dasar yang cukup baik.
Ia pun menyoroti target pemerintah yang menargetkan PLTN bisa beroperasi pada tahun 2032. Menurutnya, secara teoritis, jadwal tersebut cukup menantang tetapi masih memungkinkan jika perencanaan dan pelaksanaannya dilakukan dengan sangat efektif.
“Biasanya, waktu pembangunan PLTN berkisar antara 7-10 tahun untuk teknologi yang sudah terbukti. Namun, beberapa faktor dapat memperpanjang waktu tersebut,” ujarnya lagi.
Faktor yang dimaksud adalah penyelesaian proses perizinan dan studi dampak lingkungan; pemilihan dan adaptasi teknologi yang memerlukan uji kelayakan dan sertifikasi; kesiapan manufaktur komponen utama PLTN; proses pengujian dan commissioning sebelum beroperasi.
“Untuk memastikan target 2032 tercapai, pemerintah harus mengadopsi teknologi yang sudah terbukti (proven technology) dan melibatkan mitra internasional yang berpengalaman. Peningkatan koordinasi antara pemerintah, investor, dan lembaga internasional seperti IAEA juga menjadi kunci keberhasilan. Dengan pendekatan yang matang, rencana ini dapat menjadi tonggak penting dalam transformasi energi Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa