SECARA umum telah terjadi dua perspektif dalam tema pemberitaan terkait dengan perpanjangan masa jabatan Kapolri Badrodin Haiti.‎
Dua perspektif tersebut pada mulanya adalah menolak dilakukannya perpanjangan. Pada waktu bersamaan, muncul perspektif kedua, yaitu mendukung dilakukannya perpanjangan masa jabatan Kapolri.
Yang menolak perpanjangan masa jabatan, didasarkan pada legal konstitusional, dimana UU Polri tidak memberikan ruang untuk dilakukannya perpanjangan masa atas jabatan Kapolri. Perpanjangan hanya bisa dilakukan pada keahlian khusus.Â
Yang mendukung perpanjangan masa jabatan, juga mendasarkan pada UU Polri dengan persepsi atau tafsir yang diperluas, dimana jabatan Kapolri adalah kewenangan Presiden. Ditambahkan dengan poin penguatan berupa keberhasilan Kapolri saat ini yang berhasil menjaga soliditas Polri.
Munculnya dua pendapat yang bersebarangan dalam tema yang sama terkait perpanjangan masa jabatan Kapolri, telah menunjukkan bahwa ada situasi yang sama-sama diinginkan. Yaitu mempertahankan status quo atau melakukan proses regenerasi konstitusional.
Bahwa persepsi yang dibangun masing-masing pihak, telah menunjukkan keberpihakan. Yang menolak mendasarkan keberpihakan pada proses konstitusi, yang mendukung mendasarkan diri pada subjektifitas.
Masing-masing pihak yang berseberangan, secara langsung menujukan tema dan persepsi yang dibangunnya pada presiden. Termasuk anggota DPR yang memiliki hak konstitusi untuk melakukan proses pemilihan Kapolri, yaitu fit and proper test.
Pada proses pemilihan Kapolri pada awal tahun 2015, dimana telah terjadi kegaduhan politik, dan terjadinya pelanggaran Konstitusional. Dimana, Kapolri yang telah dipilih oleh DPR, untuk kemudian tidak diangkat atau tidak diberhentikan oleh Presiden. ‎
Pelanggaran atas prosedur konstitusional terjadi dimana Presiden mengeluarkan Keputusan pengangkatan Kapolri tanpa terlebih dahulu melakukan pemberhentian atas calon Kapolri yang telah dipilih oleh DPR. Sehingga, proses ketatanegaraan diselesaikan dengan keputusan sepihak yang inkonstitusional.
Harus dikuatkan kembali peran DPR, utamanya Komisi III DPR, untuk menegakkan konstitusi, dimana jabatan Kapolri adalah jabatan yang meliputi kewenangan legislatif, karena terkait dengan persoalan negara dan rakyat.Â
Dimana, digunakannya hak prerogratif Presiden tidak serta merta didasarkan atas subjektifitas Presiden. Karena, hal ini menyangkut dengan konstitusi, organisasi, regenerasi, dan kepentingan umum dimana Polri sebagai alat negara harus menjaga secara utuh kepentingan bangsa dan negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum.
Menguatkan penilaian bahwa keberhasilan Polri saat ini bukanlah keberhasilan personal atau orang per orang. Keberhasilan Polri saat ini adalah keberhasilan organisasi dari mulai struktur paling bawah hingga struktur paling atas.Â
Karenanya, dengan keberhasilan ini menjadi momentum untuk mengembalikan kembali proses regenerasi dan re-organisasi Polri secara konstitusional. Sehingga, apa yang telah dilakukan Presiden pada awalnya, adalah terobosan yang membawa manfaat untuk memberikan solusi pada situasi yang tidak kondusif atau force majeur.Â
Namun demikian, tidak sepatutnya keputusan yang diambil dalam kondisi tertentu dan melanggar konstitusi, akan diteruskan sebagai keputusan yang konstitusional, tanpa mengubah konstitusi sendiri.         Â
Oleh Agus Yohanes Ketua Masyarakat Anti Korupsi dan Pemerhati Kepolisian‎