Artikel ini ditulis oleh Abdul Rohman Sukardi, Pemerhati Sosial dan Kebangsaan.
Apa prestasi Prabowo?. Tiba-tiba saya di mention pertanyaan itu dalam sebuah group WA. “Kenapa saya di mention?”, pikir saya. Saya scroll lagi tidak ketemu. Sudah tertutup banyak postingan.
Apa karena opini-opini merdeka dari saya tidak menguntungkan calon yang ia/mereka dukung?. Kemudian saya dipastikan menjadi tim sukses calon lawannya?.
Apapun itu tidaklah penting lagi.
Pertanyaan itu mendorong saya melakukan telaah. Apa sebenarnya prestasi Prabowo. Hasilnya berupa tulisan ini.
Menurut saya setidaknya ada tiga prestasi menempatkan Prabowo berada dalam kualifikasi sebagai leader. Ia membangun narasi kebangsaan dan melakukan langkah-langkah besar.
Berbeda dengan dua kompetitor lainnya. Lebih tepat di kualifikasikan sebagai manager. Mereka implementator dari agenda-agenda pembangunan. Maka penyelesaian proyek-proyek teknis menjadi deretan ukuran keberhasilannya.
Prestasi Prabowo antara lain:
Pertama, merawat memori rakyat Indonesia dari talentanya sebagai bangsa besar. Merawat memorinya sebagai macan Asia.
Hingga diberhetikan dari komandan Kopasus, ia dikenal sebagai jenderal brilan. Berwawasan militer yang bagus, memiliki pengalaman lapangan dan wawasan intelektual.
Ia dikenal sebagai representasi jenderal hijau. Barisan jenderal ramah dengan kaum beragama. Bukan barisan jenderal-jenderal sekuler.
Pasca kekalahan pada konvensi Partai Golkar dan kemudian mendirikan Gerindra, ia menggelorakan spirit perjuangan kebangsaan. “Mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia”.
Komitmen itu berdampak penyadaran kolektif akan eksistensi Indonesia sebagai peradaban bangsa besar dan berdaulat. Tidak berada di bawah subordinasi bangsa-bangsa lain.
Pembangunan Indonesia tidak hanya untuk mencapai kesejahteraan segenap rakyat. Melainkan untuk meneguhkan kembali eksistensinya sebagai salah satu pilar dan pencorak peradaban dunia.
Sejajar dengan peradaban Cina, Eropa, Amerika, Rusia, Cina, dan yang bangsa lain. Bukan menjadi subordinasinya.
Indonesia memiliki tradisi buruk. Discontinuity pembangunan peradaban. Keterputusan proses dan memulai kembali pembangunan peradabannya dari awal.
Gajah Mada dikenal mempersatukan Nusantara. Membawa Nusantara sebagai imperium besar.
Strateginya konsolidasi elemen-elemen Nusantara yang luas dan multi kultur diberangus dari memori rakyat oleh cerita intrik. Berupa kisah pembunuhan Dyah Pitaloka. Putri Kerajaan Sunda yang hendak dipersunting Raja Majapahit.
Gajah Mada hanya menyisakan kisah Sumpah Palapa. Juga intrik pembunuhan itu.
Strategi Gajah Mada membangun kekuatan militer, sistem pemerintahan, sistem hukum, sosial budaya dan hubungan luar negeri, terlupakan. Tidak terwariskan dari generasi ke generasi.
Rakyat nusantara kehilangan memorinya sebagai bangsa besar. Lupa caranya menjadi bangsa besar. Akhirnya bangsa eropa menguasainya. Dalam rentang panjang
Menurut JB Sumarlin, Menkeu Era Presiden Soeharto, Orde Baru mewariskan sistem pembangunan terencana, sistematis, bertahap dan berkelanjutan. Konsep itu menjadikan Indonesia sebagai regional leader ASEAN, macan asia dan pemimpin negara selatan-selatan yang disegani.
Orde Baru jatuh oleh gerakan reformasi dengan isu KKN. Suatu isu yang ternyata prakteknya justru lebih parah pada era reformasi.
Pasca reformasi, Indonesia dililit dinamika politik dengan narasi pragmatis. Atas nama demokratisasi, tenggelam dalam manuver-manuver politik praktis antar faksi. Konsep pembangunan terencana, sistematis, bertahap dan berkelanjutan dilupakan.
Memori terhadap orde baru hanya disisakan kisah kejam otoritarianisme dan KKN. Rakyat menjadi lupa bagaimana caranya mengusung Indonesia sebagai bangsa berperadaban besar. Menjadi regional leader. Menjadi Macan Asia.
Prabowo melalui Gerindra mendengungkan kembali jatidiri Indonesia sebagai bangsa besar. Partainya mengusung cita-cita mengembalikan Indonesia sebagai macan Asia.
Ideologi gerakan politik Prabowo itu menjadikan memori rakyat Indonesia terus tertanami spirit akan jati dirinya sebagai bangsa besar. Pendukung ataupun lawan politik Prabowo terpaksa memantaskan dirinya sebagai penjaga dan pembela bangsa besar itu. Setidaknya spirit itu menjadi tetap terawat secara kolektif dalam benak rakyat Indonesia.
Prabowo satu-satunya kekuatan politik yang terus menerus mendengungkan spirit itu. Memungkinkan Indonesia tidak terjerembab seperti Mongolia. Memiliki kisah sebagai bangsa besar. Akan tetapi tidak tau lagi bagaimana caranya menjadi bangsa besar.
Kedua, mengurai ketergantungan alutsista pada satu blok kekuatan adidaya geopolitik. Krisis ekonomi 1998 menjadikan Indonesia sebagai bulan-bulanan AS. Suplai persenjataan diblokade. Kekuatan militer Indonesia rapuh.
Prabowo sejak 2019 menjadi Menhankam. Indonesia tidak menggantungkan lagi pada satu kekuatan industri militer. Pengamat mengatakan kekuatan alutsista militer Indonesia, gado-gado.
Sejatinya itu strategi keluar dari sandera oleh satu negara produsen alutsista. Jika suatu ketika diblokade oleh salah satu negara produsen, maka produsen lain bisa mengisinya. Indonesia akan terhindar dari kelumpuhan militer. Disamping memperkuat produsen dalam negeri.
Keluar dari jebakan adidaya geopolitik itu memerlukan ketrampilan tersendiri. Bukan perkara mudah. Juga perlu waktu.
Ketiga, menjaga tradisi kenegarawanan. Prabowo tidak terjebak oleh ambisi politik secara membabi buta. Ia rela menanggalkan harga diri politik ketika bangsanya diujung perpecahan.
Ia legowo menerima pinangan menjadi menteri dari yang mengalahkannya dalam pilpres. Agar perpecahan politik bisa dilerai. Risikonya dimusui sejumlah pendukungnya.
Ketiganya itu di luar prestasi teknis. Seperti beragam kegiatan pemberdayaan, capaian program 5 tahun di kemenhan (selain alutsista), terobosan-terobosan kemajuan seperti mendirikan akademi sepak bola, kegiatan filantrofi. Tidak dihitung di sini.
Berbeda dengan dua calon lain lebih bertipikal sebagai manajer. Maka deretan pelaksaanaan program teknis merupakan prestasinya. Seperti membangun stadion, mempercantik tata kota, mengatasi kemacetan, mengatasi banjir, pelaksanaan program pemberantasan kemiskinan, tenaga kerja, dan lain-lainnya.
Tapi keduanya juga belum menorehkan capaian revolusiner. Jakarta ter-upgrade dalam beberapa sisi. Tapi juga tidak bisa dikatakan telah terevolusi secara radikal. Begitu pula dengan prestasi provinsi Jawa Tengah.
Jakarta dan Jawa Tengah belum menjadi provinsi yang sama sekali berbeda dengan lompatan kemajuan. Prestasinya masih rata-rata air.
Kemacetan masih ada, luapan banjir masih terjadi, kemiskinan juga masih berserak. Belum berubah secara radikal. Jakarta dan Jawa Tengah masih menyisakan problem-problem tradisionalnya.
Tapi jika ditanyakan apa perstasi kebangsaan Prabowo? Setidaknya jawabannya ada tiga itu. Merawat ingatan rakyat Indonesia akan talentanya sebagai bangsa besar (macan Asia), melepaskan Indonesia dari ketergantungan alutsista pada satu blok adidaya geopolitik, melestarikan tradisi kenegarawanan.
Bangka-Jaksel, 16 Januari 2024
[***]