KedaiPena.Com – Putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan Rachmawati Soekarnoputri cs terkait pasal 3 ayat (7) PKPU 5/2019, tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih dalam Pemilu 2019 diharapkan menjadi momentum perbaikan regulasi pemilu.
Hal tersebut disampaikan oleh Pengamat Hukum dari Fakultas Hukum (FH) Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Merdiansa Paputungan saat menanggapi dampak dari putusan Mahkamah Agung (MA) tersebut.
“Idealnya, perundang-undangan di bidang pemilu itu telah selesai jauh sebelum pemilu itu dilaksanakan, minimal 1 tahun sebelum pemilu dilakasanakan. Dengan adanya putusan MA ini, diharapkan menjadi pelajaran bagi perbaikan regulasi pemilu di semua tingkatan, agar menghasilkan pemilu yang sesuai dengan amanat konstitusi,” kata dia, Senin, (13/7/2020).
Perubahan perundang-undangan, kata dia, harus dilakukan secara komprehensif seperti syarat ambang batas atau presidential threshold (PT) yang harus diperbaiki.
“Kalau perubahannya komprehensif, maka presidential thresold merupakan salah satu bagian yang harus diperbaiki,” ungkap dia.
Meski demikian, lanjut dia, bukan berarti putusan MA tersebut terkait perubahan kepada PT atau ambang batas pencalonan Presiden.
Pada Pilpres 2020, ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen suara.
“Dan putusan MA sebagai ‘momentum’ perbaikan regulasi pemilu secara komprehensif,” tegas dia.
Ia menambahkan, jika norma PKPU yang dibatalkan oleh MK terkait gugatan Rachmawati Soekarnoputri itu soal perolehan suara pemenang pilpres.
“Kalau menurut PKPU, pemenang pilpres itu cukup menang suara 50% +1, sedangkan menurut UU tidak cukup hanya menang 50%+1, tapi juga dipersyaratkan adanya penyebaran suara 20% setidaknya 1/2 provinsi di seluruh Indonesia,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi