KedaiPena.com – Mekanisme Presidential Threshold dinyatakan bukan hanya merusak sistem pemilihan Indonesia tapi juga membuka peluang masuknya para pemegang modal untuk menguasai sejumlah sektor.
Pegiat HAM dan Pro Demokrasi, Harris Azhar menyebutkan Partai Politik bisa dibeli oleh uang, karena mekanisme pemilihan membuka peluang tersebut.
“Disebutkan dalam aturan perundangan, bahwa Partai Politik berhak mencalonkan calonnya. Tapi setelah itu, disebutkan di bawahnya, asal memenuhi ambang batas. Dalam hal ini Presidential Threshold 20 persen. Akhirnya para partai yang tidak memenuhi ambang batas, harus berkomunikasi dengan partai lainnya, agar cukup,” kata Haris dalam acara diskusi, Minggu (20/11/2022).
Karena setiap Partai Politik memiliki calon, lanjutnya, maka terjadilah suatu koalisi. Akhirnya, baru dilihat, siapa yang memiliki modal terbesar.
“Sebagai contoh Cak Imin. Saya nilai, beliau termasuk yang paling PD. Persentase-nya tidak tinggi, tapi PD nya tinggi. Disini lah strategi dagang berperan. Dia mengambil langkah yang sangat berhati-hati,” urainya.
Lalu, contoh lainnya, adalah PDI Perjuangan, yang memiliki kecukupan untuk maju sendiri, sehingga kemana ia bergerak dapat merubah peta politik.
“Problematika yang juga muncul adalah transaksi yang bukan hanya mencalonkan seseorang tapi juga transaksi agar tidak mencalonkan orang lain. Gosipnya, sekarang itu ada partai yang melakukannya. Kalau depan publik, menyebutnya koalisi. Tapi itu hanya memperhalus. Padahal di belakang, tetap saja transaksi,” urainya lagi.
Haris menyebutkan transaksi ini tak melulu berbasiskan pada uang . Tapi dapat juga dalam bentuk lainnya.
“Bisa pembagian jabatan atau pembagian wilayah dan sektor bisnis ekonomi. Jadi yang main tambang di Sumatera, dengan yang di Sulawesi atau dengan yang di Kalimantan, itu semua sama, hanya porosnya berbeda. Ini oligopoli. Ada yang atur regulasi, ada industrinya. Dan ini semua terakomodir oleh Partai Politik,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa