KedaiPena.Com – ‘Presidential threshold’ cuma jadi alat melanggengkan kuasa oligarki. Sebab, rakyat tidak memiliki banyak pilihan calon pemimpin.
Demikian disampaikan eksponen 98 Dedi Gunawan di Jakarta, Minggu (19/7/2020).
“Sekalipun ada (calonnya), pasti sudah melewati ‘screening‘ dari para petinggi parpol, kuasa oligarki,” kata alumni IISIP Jakarta ini.
“Rakyat benar-benar hanya dijadikan cap atau stempel bahwa pemilu demokratis, padahal kenyataannya rakyat tidak bisa berbuat apa-apa,” imbuhnya.
Berbeda jika banyak pilihan calon pemimpin. Mereka akan adu gagasan dan visi. Ini pun sejalan dengan konsep meritokrasi dalam demokrasi.
Ia pun menambahkan, sebenarnya syarat pencapresan ini sudah diatur dalam UUD 45. Pada pasal 6a ayat 2 UUD 45, parpol dibebaskan untuk mencalonkan kadernya sebagai capres.
Presidential threshold yang sebenarnya, lanjut Oknum, sapaannya, diatur dalam pasal 6a ayat 3 UUD 45. Di mana diatur bahwa pemenang pilpres mendapatkan 50% +1 dan syarat provinsi.
Alasan bahwa banyaknya capres akan memperumit proses pemilu juga tidak masuk akal. Karena sistem pemilu kita menganut ‘two round system’.
“Maka kalaupun calon presidennya banyak, akan ada saringan alamiah. Sehingga nanti hanya tinggal dua pasangan juga,” tandas Oknum.
Laporan: Muhammad Lutfi