KedaiPena.Com – Ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden (‘presidential threshold’/PT) menjadi momok bagi demokrasi di tanah air.
Sementara kalangan menilai PT 20 persen sebagai sebuah upaya penguatan sistem pemerintahan presidensial.
Namun, menurut Ketua Umum Suara Kreasi Anak Bangsa (SKAB) Dodi Prasetya Azhari, pertimbangan tersebut tidak relevan dan tidak berhubungan karena penguatan sistem presidensial.
“Upaya penguatan sistem pemerintahan presidensial bukanlah dengan mensyaratkan persentase 20 persen PT, melainkan harus ada komitmen bersama membentuk undang-undang lembaga kepresidenan,” kata dia kepada KedaiPena.Com, Kamis (26/7/2018).
Semua lembaga negara yang secara eksplisit maupun implisit disebutkan dalam UUD NRI 1945 memiliki aturan perundang-undangan sebagai pengejewantahan lebih lanjut dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang masing-masing.
“Kekuasan legislatif (DPR) diatur dalam UU No. 17/2017 tentang MD3, kekuasaan yudikatif (MA) UU No. 48/2009, kekuasan lembaga negara yang bersifat independen seperti KPK, KPU, KPPU dan lain-lain diatur dalam perundang-undangan masing-masing. Hanya kekuasaan eksekutif (presiden) yang tidak memiliki aturan perundang-undangan,” papar alumnus Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta ini.
Ketiadaan UU lembaga kepresidenan, sambung dia, mengakibatkan sistem pemerintahan presidensial kadang dipreteli kewenangannya oleh kekuasaan lembaga negara lainnya. Baik dalam bentuk persetujuan atau pertimbangan.
“Padahal, ada hak-hak tertentu yang disebut hak prerogatif yang merupakan hak mutlak Presiden yang tidak dapat diganggu oleh pihak lain,” lanjut Dodi.
“Selain itu, presiden memiliki dua kedudukan yakni sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Pada hak dan kewenangan apa presiden ditempatkan sebagai kepala negara dan/atau kepala pemerintahan? Demikian itu tidak ditemukan dalam aturan perundang-undangan sehingga melahirkan silang pendapat dan perdebatan panjang,” tandasnya.
Laporan: Irfan Murpratomo