RAKYAT di kota Wuhan, Propinsi Hubei Cina kini bergembira ria setelah mereka secara ketat dan disiplin selama 3 bulan “dikunci” di rumahnya.
Semua kegiatan termasuk industri angkutan jenis apapun tanpa kecuali di-‘lockdown‘. Hasilnya kini tidak satupun yang positif Covid-19.
Di Vietnam yang dekat perbatasan Cina malah lebih awal bisa menepuk dada. Tidak satupun warganya yang meninggal akibat Covid-19. Mereka menerapkan ‘lockdown‘.
Menyusul Australia mencabut ‘lockdown‘ yang membuat warganya senang memenangkan perang melawan Covid-19. Mereka memuji Pemerintahnya yang cepat tanggap.
Sementara Pemerintah Australia kuatir dengan cara Pemerintah Indonesia “bercanda” melawan wabah pandemic Covid-19. Mereka pun menarik duta besarnya pulang. Jurnalis Australia pun sering mengeritik Pemerintah Indonesia menangani Covid-19.
Inggris yang Perdana Menteri-nya positif Covid-19 dirawat selama 21 hari, kini telah bertugas kembali dan berencana melonggarkan ‘lockdown‘.
Selandia Baru mengklaim telah memenangkan pertempuran melawan virus Corona. Perdana Menteri Jacinda Ardern, pada Senin (27/4/2020) melaporkan tidak ada penyebaran di masyarakat.
“Tidak Terdeteksi Penularan di Masyarakat, Kami Buka ‘Lockdown‘,” begitulah ‘succes story’ beberapa negara .
Kenalan baik saya, perempuan WNI punya hubungan sebagai saudara dekat. Menikah dengan warga Inggris punya anak dua, tinggal di Birmingham, Inggris. Bangga dengan ‘lockdown‘ di kotanya.
Sebulan yang lalu mengirimkan foto dan video kondisi ‘lockdown‘ di Inggris. Dia kaget mengetahui Indonesia tidak ‘lockdown‘. Terutama daerah episentrum Covid-19 Jakarta dan sekitarnya.
Kini sudah terlanjur menyebar di 34 provinsi, dan sekitar 200 kota/kabupaten di Indonesia. Penanganan wabah virus Corona baru di Indonesia yang dianggap “terlambat”, menuai kritikan dari media-media asing.
Kini Presiden Jokowi berharap awal Juni Covid-19 sesuai prediksi ilmuan di Singapura. Harap dibaca, prediksi tersebut meneliti beberapa negara yang sukses dengan ‘lockdown‘, bukan dengan PSBB.
PSBB serba longgar tanpa ada sanksi atau hukuman pidana bagi pelanggarnya, hanya untuk menghindar dari tanggung jawab memberi makan warga.
Pengertian mudik dan pulang kampung pun dalam situasi pandemik dimunculkan untuk diperdebatkan. Bukan substansi mencegah menyebarnya Covid-19.
Sebagai Presiden di Republik Indonesia dengan kewenangan yang luar biasa, sewajarnya pertanggungjawabannya juga luar biasa.
Seharusnya rakyat sudah harus menuntut pertanggungjawaban tersebut. Semestinya tidak banyak korban Covid-19 berjatuhan di Indonesia dan penyebaran bisa ditekan hanya di daerah episentrum.
Kenapa Vietnam berhasil tidak satupun warganya yang meninggal. Ini jelas kegagalan Pemerintah Indonesia. Tidak perlu beralasan bahwa pandemik berlangsung di seluruh dunia. Apalagi membandingkan dengan urutan-urutan di dunia.
Kebijakan yang serba longgar, memberi beban dan membingungkan daerah jelas suatu kegagalan. Pemimpin teledor dan gagal harusnya dapat sanksi.
Wakil rakyat yang dipilih oleh rakyat semestinya punya hati nurani. Pengalihan tanggung jawab Presiden bukan dengan membagi sembako secara langsung kepada rakyat.
Oleh Syafril Sjofyan, Pengamat Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78