KedaiPena.Com – Bypass atau jalan pintas aturan reklamasi Teluk Jakarta dalam revisi atas Perpres No. 54 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur adalah pelanggaran terhadap ketentuan pemanfaatan ruang dan sumber daya pesisir dan laut yang diatur dalam UU Kelautan dan UU Pesisir.
Demikian disamapaikan Marthin Hadiwinata, Ketua Harian DPP KNTI dalam keterangan yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Selasa (17/4/2018).
“Pelanggaran ini karena ketentuan khusus mengenai pengelolaan ruang pesisir dan laut diatur dalam undang-undang khusus yang sudah ada sebelum Presiden Jokowi menjabat yaitu UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1/2014 dan UU No. 32/2014 tentang Kelautan,” jelas dia.
Ketentuan Perpres No. 54/2008 adalah produk peraturan turunan dari UU No. 26 Tahun 2007 yang mengatur ruang daratan. Perpres 54/2008 tidak dapat mengatur ketentuan yang secara khusus mengatur arahan mengenai pemanfaatan ruang pesisir laut secara khusus.
“Lebih lanjut, Perpres Jabodetabekpunjur tidak mengatur dapat mengenai pemanfaatan pesisir karena tidak mengenali rezim khusus mengenai penataan zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil,” sambung Marthin.
Perpres No. 54/2008 juga tidak mengenali pelaku perikanan skala kecil yaitu nelayan tradisional skala kecil. Sebaliknya, pemanfaatan ruang laut harus diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 dan UU No. 32/2014
“Dalam UU No. 32/2014, pemerintah pusat dalam perencanaan ruang laut harusnya segera fokus dalam menerbitkan Perencanaan ruang Laut yang meliputi tiga perencanaan. Ketiga perencanaan tersebut meliputi: (i) perencanaan tata ruang Laut nasional; (ii) perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; dan c. perencanaan zonasi kawasan Laut,” Marthin menambahkan.
Namun hingga hari ini Pemerintah Pusat seakan-akan menutup mata dengan tidak juga menerbitkan Peraturan Pemerintah mengenai Perencanaan Tata Ruang Laut Nasional.
“Merujuk kepada Pasal 73 UU No. 32/2014 menegaskan Peraturan pelaksanaan UU No. 32/2014 ini harus telah ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlaku.
Namun hingga hari ini belum juga diterbitkan dan ditandatangani Presiden Jokowi,” beber dia.
Sementara itu, Iwan Carmidi, Ketua KNT Muara Angke mengatakan, di sisi lain, konteks UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil memandatkan Pemerintah Daerah untuk menerbitkan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Mandat ini sebagai tindak lanjut dari ketentuan UU No. 27/2007 yang menegaskan bahwa RZWP3K merupakan arahan pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil,” Iwan menambahkan.
Ditambah lagi adanya surat edaran dari Kementerian Dalam Negeri yang mendorong Percepatan Penetapan RZWP3K menunjukkan pilihan ketentuan dengan menggunakan RZWP3K dengan tidak menggunakan rezim pengaturan RTRW yang lebih mengarah kepada pemanfaatan daratan pulau utama.
“Terakhir, dalam ketentuan UU No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan menegaskan adanya perlindungan ruang penghidupan dan akses bagi nelayan berupa wilayah tangkap dan tempat tinggal nelayan. Jika Pemerintah tetap memaksakan adanya bypass aturan reklamasi adalah pelanggaran hak asasi dari lebih dari 25.000 nelayan tradisional skala kecil. Pemerintah harus paham bahwa nelayan tradisional skala kecil berperan strategis baik bagi produsen pangan skala kecil hingga secara sosio-ekonomis penting dalam pengelolaan perikanan,” tandas dia.
Laporan: Ricki Sismawan