Artikel ini ditulis oleh Arief Gunawan, Pemerhati Sejarah.
Penanganan Covid-19 sekarang berlangsung dalam semangat “kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah”.
PPKM jadi mirip praktek passen-stelsel zaman kompeni, dimana orang mesti bawa-bawa pass-jalan (wegenkaart). Sekarang berupa sertifikat vaksin.
Data yang meninggal kena Covid juga dihapus, seperti kelakuan Westerling menutupi genosida.
Standar moral seperti kejujuran sudah tidak ada. Sehingga meriahlah prank, TikTok, baliho, survei abal-abal, dan artifisial lainnya, yang mengundang muak di hati rakyat.
Siklus demokrasi mengalami pembusukan. Politik sebagai etik dikesampingkan. Melainkan sebagai sekedar teknik, dalam arti manipulasi.
“Prank tiada henti. Dibikin berseri bagaikan serial televisi. Seperti reality show, dibela dan dibesar-besarkan buzzerRp dan influencerRp. Yang menjadi korban adalah bangsa kita sendiri,” tulis tokoh nasional Dr Rizal Ramli di akun Twitter-nya, baru-baru ini.
Orang Indonesia meski suka harmoni, pada dasarnya suka ngalah, kemudian suka ngalih, meski akhirnya suka ngamuk. Ngalah, ngalih, ngamuk.
Rakyat sekarang lagi ngalah dan lagi ngalih, ibarat nyimpan api dalam sekam.
Di tengah situasi ini Rizal Ramli juga menekan pentingnya leadership by example, namun apa lacur yang terjadi justru anti-thesis. Sehingga menurutnya jalannya pemerintahan saat ini ibarat serial Drakor yang tiada habis-habisnya.
[***]