KedaiPena.Com – Buruknya kemampuan literasi membaca siswa Indonesia di mata dunia membuat para aktivis pendidikan meluncurkan sebuah Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba).
Pradeklarasi gerakan ini dilakukan tepat pada peringatan hari lahir Pancasila, Selasa (1/6/2021), di rumah Pergerakan Cinere, Depok Jawa Barat.
Gerakan ini bertujuan meningkatkan literasi membaca siswa pada jenjang pendidikan dasar melalui pelatihan guru.
Gernas Tastaba ini digagas oleh beberapa orang di antaranya Achmad Rizali, Dhitta Puti Sarasvati, Habe Arifin, Itje Chodidjah, Agung Wibowo, Sekar Ayu Adhaningrum, Nurcholis Ainunnajib, Dwi Firli, Sissuwandi, dan Ika Siti Utami, Yanto Musthofa, dan Any Fauzainie.
Semuanya relawan yang sehari-hari bekerja sebagai pendidik maupun pegiat pendidikan.
Presidium Gernas Tastaba Itje Chodijah menegaskan bahwa literasi membaca merupakan kunci peradaban. Perkembangan kehidupan seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan literasinya.
“Literasi merupakan kunci kehidupan seseorang. Gernas Tastaba akan menjadi gerakan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan literasi membaca anak Indonesia,” kata Itje.
Survei negara-negara maju yang tergabung dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) menempatkan Indonesia pada posisi sepuluh besar terbawah dari seluruh negara di dunia yang disurvei sejak 2009-2018 terutama dalam matematika, membaca dan sains.
Pada kategori membaca, Indonesia berada pada peringkat ke-6 dari bawah dari 74 dunia yang disurvei dengan skor rata-rata 371. Oleh World Bank, rendahnya kemampuan membaca anak Indonesia dikelompokkan ke dalam ‘functionally illiterate’.
Menurut Itje, dalam kehidupan modern ini literasi merupakan bagian penting bagi seseorang untuk mengambil keputusan yang tepat, memberdayakan diri, serta berpartisipasi aktif maupun pasif dalam masyarakat sosial lokal maupun secara global (Stromquist, 1995).
Seseorang yang tumbuh dalam ekosistem yang kaya teks (baik lisan maupun tulis) akan memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Kepercayaan diri yang tinggi tersebut meningkatkan kesadaran seseorang bahwa pengetahuan yang diperolehnya dapat menentukan sikapnya secara lebih tepat dalam aktivitas pribadi maupun aktivitas social mereka (Bown 1990).
“Ketika seorang anak dibiasakan untuk membaca, lalu dapat memilih informasi yang perlu dibacanya, dan akhirnya mampu menyampaikan informasi yang dibacanya dalam bentuk lisan maupun tulis dengan percaya diri, ia akan mencapai literasi informasi yang mumpuni,” ujarnya.
Berawal dari situlah ia kemudian mengembangkan ‘self-efficacy’ (Bandura, 1977). Kemampuan personal yang tinggi memungkinkan seseorang menjalankan proses pembelajarannya dengan lebih efektif dan memiliki kemampuan untuk menata keberhasilan hidupnya.
Dalam hal ini Bandura menggambarkan ‘self efficacy’ sebagai pertimbangan seseorang mengenai kemampuannya sendiri untuk berpartisipasi aktif dalam sebuah aktivitas dan karena persepsinya itulah ia akan mantap dalam menentukan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan berikutnya.
Ditegaskan Itje, Gernas Tastaba dengan semangat membantu anak-anak Indonesia untuk mampu berperan aktif dalam kehidupan akan memerankan diri sebagai katalisator untuk mempercepat peningkatan literasi membaca anak Indonesia.
“Sebagai suatu Gerakan kami mengundang semua pihak yang memiliki kepedulian terhadap masa depan bangsa ini untuk berpartisipasi,” tandasnya.
Wakil Ketua NU Circle yang juga Presidium Gernas Tastaka Achmad Rizali mengaku literasi membaca sangat penting dan tak bisa dipisahkan dari literasi numerasi.
“Selama lebih 2 Tahun Gernas Tastaka berjalan, kami semakin tak bisa “mengabaikan” peran membaca dalam gerakan ini. Kami paham bahwa membaca adalah bagian dari alat membentuk nalar sehat,” katanya.
Saat ini semakin banyak riset ‘neurosains’ tentang keterkaitan kompetensi membaca dengan pengembangan nalar di otak melalui pembelajaran matematika (numerasi) di jenjang SD/MI.
“Pemakaian kata buta membaca ini sebenafnya tidak berbeda dengan diksi yang dipakai WB “Functionally Illiterate” alias buta huruf fungsional,” imbuhnya.
Dua Strategi Gernas Tastaba
Sementara itu, motor Gernas Tastaba Dhitta Puti Sarasvati menyatakan bahwa Gernas Tastaba akan melakukan ‘piloting’ kegiatan Gernas Tastaba di dua tempat yaitu di DKI Jakarta dan di Batam.
“Ibu Narti Harahap, seorang guru MI di Batam, akan mengkoordinir ‘piloting’ Gernas Tastaba dengan sekitar 30 orang guru MI di Batam dan juga akan ada piloting yang diselenggarakan bersama guru-guru MI di Jakarta Selatan,” katanya.
Menurutnya, Gernas Tastaba merupakan “sahabatnya” Gernas Tastaka (Gerakan Nasional Berantas Buta Matematika). Selama dua tahun berjalan Gernas Tastaka bertujuan untuk mengupayakan proses pendidikan matematika di tingkat pendidikan dasar secara bernalar, kontekstual, sederhana, dan mendasar.
Kini, Gernas Tastaba didirikan untuk mengupayakan proses pemelajaran membaca di tingkat SD secara konkret, tekstual dan bermakna.
“Siswa dikembangkan kemampuannya untuk memaknai bacaan serta bisa belajar membaca melalui proses yang sesuai tahapan perkembangan mereka,” tegasnya.
Menurut Puti, Gernas Tastaba punya dua strategi utama. Pertama mendorong guru SD/MI menjadi pembaca aktif. Sekeren apapun metode belajar yang digunakan guru, kalau guru bukanlah pembaca aktif, maka akan sulit bagi guru untuk memotivasi siswanya untuk membaca.
Pembaca aktif juga punya banyak referensi sehingga memudahkan mereka mencari gagasan yang bisa digunakan untuk memantik anak mengembangkan minat dan keterampilan membacanya.
Kedua, mengajak guru kembali belajar cara merancang proses belajar membaca dengan memastikan ada kegiatan pra-membaca (‘pre-reading activities’), kegiatan saat membaca (‘while reading activities’), dan kegiatan pasca-membaca (‘post reading activities’).
“Memaknai bacaan tidak pernah terjadi dalam vakum. Untuk memaknai bacaan, tidak cukup bagi anak untuk sekadar membaca saja. Anak perlu menghubungkan pengalamannya dengan bacaan. Guru juga perlu memiliki keterampilan untuk bertanya dan memancing anak untuk berdiskusi mengenai bacaan. Ada banyak keterampilan lainnya yang diperlukan guru untuk bisa mengajak anak belajar memaknai bacaan,” tegasnya.
Dalam pradeklarasi ini, Kepala Badan Penelitian Pengembangan dan Perbukuan Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek Nino Aditomo ikut hadir secara virtual. Dia menegaskan kunci peningkatan kemampuan membaca siswa membutuhkan guru pembaca yang aktif.
“Guru harus menjadi pembaca yang aktif untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa,” tegasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi