Artikel ini ditulis Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, (calon presiden) Prabowo didukung oleh empat partai politik (parpol), yaitu Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN. Di samping itu, ada juga parpol pendukung yang tidak masuk parlemen karena tidak memenuhi ambang batas parlemen.
Pada Pemilu 2019, Pilpres dan Pileg (pemilihan legislatif) diselenggarakan bersamaan. Hasil perolehan suara parpol pendukung Prabowo pada pileg 2019 sebesar 39 persen dari suara nasional. Terdiri dari suara parpol yang masuk parlemen (Gerindra, Demokrat, PKS, PAN) sebesar 35,39 persen dan suara parpol yang tidak masuk parlemen 3,6 persen.
Kalau semua pemilih yang memilih parpol pendukung juga memilih calon presiden dukungan parpol tersebut, maka suara perolehan Prabowo hanya 39 persen. Faktanya, Prabowo memperoleh suara 45,5 persen. Artinya, ada 6,5 persen suara pemilih parpol pendukung Jokowi tidak memilih Jokowi, tetapi mengalihkan suaranya memilih Prabowo. Artinya, Jokowi efek minus. Ini perhitungan agregat secara nasional.
Di tingkat wilayah (provinsi), pengalihan suara pemilih parpol versus capres dukungan parpol tersebut terlihat lebih tajam dan lebih ekstrim. Khususnya di Aceh, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sumatra Selatan, Sumatra Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Jambi, Banten, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Riau, Kalimantan Tengah.
Di wilayah-wilayah tersebut di atas, selisih perolehan suara parpol pendukung Prabowo versus suara pilpres Prabowo mencapai lebih dari 10 persen. Di Aceh, selisih tersebut mencapai 27,8 persen: perolehan suara parpol pendukung Prabowo 57,8 persen versus suara capres Prabowo 85,6 persen. Artinya, 27,8 persen suara pemilih parpol pendukung Jokowi mengalihkan suaranya mendukung Prabowo.
Untuk wilayah lainnya, pengalihan suara sebagai berikut: Kalimantan Selatan 23,1 persen, Gorontalo 20,9 persen, Sumatra Selatan 19,7 persen, Sumatra Barat 19,1 persen, Maluku Utara 18,8 persen, Nusa Tenggara Barat 16,1 persen, Sulawesi Selatan 15,9 persen, Jambi 15,7 persen, Banten 15,2 persen, Sulawesi Tenggara 11,3 persen, Jawa Barat 10,3 persen, Riau 10,3 persen, Kalimantan Tengah 10,2 persen.
Pengalihan suara tersebut di atas lebih disebabkan pemilih di wilayah-wilayah tersebut tidak berkenan dan tidak memilih capres Jokowi, tapi tetap memilih parpol pendukung Jokowi. Sebaliknya, perolehan suara untuk Prabowo sebesar 85,6 persen di Aceh, atau 85,9 persen di Sumatra Barat, juga bukan karena kehebatan figur Prabowo. Tetapi lebih dipicu oleh sentimen anti-Jokowi.
Untuk Pilpres 2024, suara Prabowo di wilayah-wilayah tersebut sangat rentan anjlok. Karena sentimen anti Jokowi akan diteruskan menjadi sentimen anti-Prabowo yang dalam Pilpres 2024 ini menjadi mitra utama Jokowi.
Kemungkinan besar, suara tersebut akan dialihkan ke Anies. Bukan ke Ganjar, karena faktor PDIP dan dianggap satu garis dengan Jokowi.
Berdasarkan perhitungan ini, suara perolehan Anies nampaknya akan di atas 40 persen.
Di lain sisi, di beberapa wilayah lainnya juga berlaku sebaliknya. Perolehan suara untuk capres Jokowi lebih tinggi dari perolehan suara parpol pendukung Jokowi. Tetapi selisihnya tidak signifikan. Kecuali di Papua selisih 25,8 persen, Nusa Tenggara Timur 15,3 persen, dan Papua Barat 14,3 persen.
Selebihnya, selisih perolehan suara untuk Jokowi dibandingkan suara parpol pendukung hanya terjadi di 5 wilayah lainnya, dengan selisih sangat marjinal. Selisih di Bali hanya 6 persen, Yogyakarta 5,8 persen, Jawa Tengah 4,2 persen, Kalimantan Utara 2,8 persen, dan Lampung 0,9 persen. Sedangkan di Jakarta minus 0,6 persen, di Jawa Timur minus 3,2 persen.
Kesimpulannya, suara untuk Jokowi di pilpres 2019 berasal dari mesin parpol pendukung yang memenangkan Jokowi. Misalnya, perolehan suara parpol pendukung di Nusa Tenggara Timur mencapai 73,3 persen, Bali 85,7 persen, Jawa Tengah 73,1 persen, Jawa Timur 69 persen, Sulawesi Utara 81,9 persen. Mesin parpol pendukung Jokowi yang memperoleh suara lebih dari 50 persen suara nasional ada di 31 wilayah pemilihan (termasuk luar negeri).
Kontribusi suara PDIP yang mencapai lebih dari 33 persen ada di 13 wilayah, dan lebih dari 40 persen ada di 8 wilayah, termasuk Jakarta (45,8 persen) dan Jawa Tengah (40,7 persen).
Di wilayah-wilayah tersebut, suara Prabowo akan terhimpit suara Ganjar, PDIP.
[***]