KedaiPena.Com– Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto diharapkan mampu untuk meyakinkan investor menanamkan modal disektor energi hijau. Pemerintah diminta dapat memberikan kemudahan-kemudahan kepada investor mulai dari insentif fiskal mau non fiskal yang menarik namun tidak merugikan keuangan negara.
Demikian hal itu disampaikan Anggota Komisi XII DPR RI Nevi Zuairina menanggapi komitmen Presiden Prabowo untuk berkomitmen di sektor ekonomi hijau. Komitmen itu Presiden Prabowo tunjukkan saat menghadiri KTT G20 di Brazil.
“Pemerintah harus mampu meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di sektor energi hijau ini. Tentunya investor akan masuk jika ada kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah, seperti insentif fiskal maupun non fiskal yang sangat menarik namun tidak merugikan keuangan negara,” kata Nevi di Jakarta, Sabtu,(23/11/2024).
Nevi berharap, pemerintahan Presiden Prabowo juga mendapatkan dukungan dari masyarakat, mulai dari para pengusaha, peneliti, akademisi, sampai kalangan masyarakat bawah untuk ikut mengembangkan ekonomi hijau termasuk EBT ini.
“Akan sangat berarti dalam pencapaian target-target yang sudah dicanangkan. Agar Indonesia menjadi negeri yang bermartabat dan mandiri energi,” tegas Nevi.
Nevi mengakui, komitmen presiden Prabowo untuk menjadikan Indonesia swasembada energi, terlihat dari target ambisius pembangunan pembangkit EBT sebanyak 75 GW sampai tahun 2040 nanti. Selain itu, kata Nevi, muncul juga keinginan untuk menggantikan sepenuhnya BBM solar dari minyak bumi dengan biodiesel 100 persen.
“Hal Ini memerlukan peningkatan produksi lebih dari 2x lipat dibanding saat ini,” tega Nevi.
Nevi optimis target-target yang diwacanakan Presiden Prabowo tersebut dapat terwujud jika berkaca dari potensi EBT di Indonesia. Kunci utamanya, kata Nevi, adalah konsistensi pemerintah dan keterlibatan semua pihak (stakeholder) untuk mewujudkan visi Indonesia Net Zero Emission pada tahun 2060 nanti.
“Konsistensi itu ditunjukkan dengan pembuatan regulasi-regulasi yang mendukung sepenuhnya pengembangan EBT, salah satunya adalah pembuatan RUU EB-ET yang sempat terhambat di periode kemarin,” papar Nevi.
Nevi tak menampik, di era pemerintahan sebelumnya bauran energi baru terbarukan masih sangat kecil, yaitu 13.93% dari total energi primer di Indonesia. Nilai ini, kata dia, jauh dari target yang ditetapkan dalam PP No.79 th 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, yaitu 19,67% sampai akhir tahun 2024, serta 23% di akhir tahun 2025.
“Oleh karena itu, Pemerintah berencana merevisi target tersebut menjadi 17-19% di tahun depan, agar lebih realistis.
Jika memang ada satu permasalahan Power Wheeling yang membuat RUU tersebut gagal disahkan, maka seharusnya RUU tersebut tetap maju saja tanpa adanya pasal kontroversial tersebut. Jangan sampai tujuan besar RUU tersebut gagal tercapai hanya karena keinginan segelintir pihak yang memaksakan penerapan pasal tersebut dalam RUU,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Hafid