Artikel ini ditulis oleh Dr. Syahganda Nainggolan, Staf Khusus Menteri Koperasi 1998-1999, Aktifis Koperasi Kesejahteraan Mahasiswa ITB 80’an.
Peringatan puncak Hari Koperasi Nasional di Batam kemarin tanpa dihadiri Presiden RI dan presiden terpilih. Dekopin sebagai penyelenggara hari koperasi sebelumnya mencantumkan kehadiran Jokowi dan Prabowo dalam spanduk yang beredar. Tanpa kehadiran presiden, acara puncak koperasi itu menjadi hambar, karena tingkat kepentingan nasionalnya lebih rendah dari berbagai peringatan hari penting lainnya, seperti Hari Santri, Hari Pancasila maupun lainnyalainnya (catatan: Jokowi menghadiri Hari Santri dan Hari Pancasila yang lalu).
Apakah isu koperasi tidak penting bagi Jokowi? Tentu saja soal menghadiri peringatan puncak Hari Koperasi menunjukkan penting tidaknya isu tersebut dimata seorang presiden. Namun, parahnya, acara prioritas Jokowi pada Hari Koperasi itu bukanlah sangat vital, sehingga memilih tidak datang ke sana. Hari itu malah Jokowi menunjukkan sikapnya yang bertentangan dengan Koperasi, yakni mengumumkan keputusan presiden 75/2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN. Di mana bertentangannya? Jokowi membuat aturan kepemilikan tanah di IKN dapat selama 190 tahun alias 3 generasi jika rerata orang Indonesia usia harapan hidupnya 60 tahun. Bahkan waktunya dapat diperpanjang.
Lamanya waktu kepemilikan tanah ini jauh lebih lama dari Kolonial Belanda dalam UU Agrariscth wet dan Suiker Wet, 1870 yang memberikan kepemilikan tanah 75 tahun bagi investor. Perlu di catat, Multatuli mencatat, bahwa kebijkan pertanahan Agrariscth Wet ini lebih kejam dan menghisap dibanding era sebelumnya, Tanam Paksa.
Koperasi berbeda spirit dalam memberikan asset bangsa ini kepada siapa. Spirit koperasi adalah mengutamakan kepemilikan bersama dan usaha bersama. Sedangkan kebijakan pertanahan Jokowi dan Engelbertus De Waal (menteri Jajahan Belanda) spiritnya memberikan asset kepada kapitalis.
Prabowo, yang namanya dicantumkan dalam jadwal/daftar acara Dekopin ternyata tidak hadir juga. Namun, tentu saja ketidakhadiran Prabowo dapat dimaklumi. Sebagai Menteri Pertahanan, Prabowo harus memilih lebih dahulu isu pertahanan. Pada tanggal 12/7/24 Prabowo tercatat mempunyai acara penting, yakni pembekalan Calon Perwira Remaja, di Jakarta.
Pada pidatonya yang dikutip berbagai media, cucu pendiri Koperasi Pegawai Negeri ini, membahas isu perlindungan seluruh rakyat. Menurutnya, pembangunan kereta api cepat dan lainnya akan sia-sia tanpa kekuatan melindungi rakyat tidak dilakukan. Melindungi rakyat pertama, memakmurkan rakyat selanjutnya. Tentara dan polisi harus kuat dan bekerja melindungi rakyat.
Menariknya, meski bukan tupoksinya, secara paralel melalui (X twitter) Prabowo mengucapkan Dirgahayu Hari Koperasi ke 77 dengan tema “Koperasi Maju, Indonesia Emas”, yang tayang 14.000 viewers dan 98 retweet. Ini artinya Prabowo peduli dengan Hari Koperasi itu.
Refleksi Atas Hari Koperasi
Kurang tingginya nilai Hari Koperasi di mata Jokowi saat ini dengan tidak hadir dalam acara tersebut serta kebijakan yang dikeluarkan pada Hari Koperasi memberikan swasta kapitalis hak kelola tanah selama 190 tahun plus menunjukkan pemerintahan Jokowi tidak pro rakyat. Ini menjelaskan situasi pembangunan kita yang terus menerus memperkaya orang kaya dan membiarkan orang miskin tinggal dalam penderitaan.
Ketika saya menulis “Bung Hatta Maafkan Kami”, 7/7/24, saya sudah menjelaskan bahwa pikiran Bung Hatta, proklamator kemerdekaan kita, menjelaskan bahwa Indonesia sejatinya adalah anti kapitalisme. Pasal 33 UU 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”, selain itu, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Maknanya adalah pembangunan itu bercorak sosialistik dan koperatif.
Di era lalu, meskipun Suharto, misalnya, berusaha memacu pertumbuhan melalui jalan kapitalis, tapi Suharto membangun koperasi sampai tingkat desa, seperti KUD, serta berusaha memaksa konglomerat memberikan sahamnya 20 persen kepada koperasi, sebagai ketaatannya pada konstitusi kita.
Sahabat saya Jumhur Hidayat telah menuliskan pentingnya peran Koperasi sehari sebelum Hari Koperasi dalam judul “Ekonomi Konstitusi, Koperasi, BUMN dan BUMS”, Kompas cetak, 11/7. Dengan latar belakang isu pemerataan alias keadilan ekonomi, Jumhur menguraikan agar koperasi dihidupkan kembali. Artinya, peran koperasi harus seimbang dalam mengelola negara dibandingkan BUMN dan Swasta. Koperasi setidaknya diberikan hak eksklusif menguasasi dan mengelola bidang-bidang yang berkaitan dengan sumberdaya alam, seperti perkebunan, pertambangan, kehutanan, perikanan dlsb.
Sahabat saya lainnya, Radhar Tri Baskoro, dalam “Menuju Dunia Multipolar, Apa Pilihan Prabowo?”, pribuminews.co.id, 11/7/24, yang merujuk tulisan saya terkait Bung Hatta, menjelaskan trend besar dunia ke arah sosialistik dan tatanan ekonomi baru. Prabowo punya kesempatan emas meninggalkan jalan kapitalisme biadab yang merusak dunia selama ini. Meskipun saya tidak membahas soal multipolarism menggantikan unipolarisme dunia, saya memberikan catatan pentingnya kita mengetahui “Berlin Declaration”, Mei 2024, yang mengutuk kepercayaan atas pembangunan ekonomi neoliberal (free market dan market driven economy) dan bangkitnya sosialisme di eropa setelah kemenangan Partai Buruh di Inggris dan Partai Sosialis di Prancis minggu lalu.
Dalam dunia yang sedang berubah ini, sudah saatnya Prabowo nantinya mengganti semua kurikulum jurusan-jurusan ekonomi di semua universitas. Kita harus percaya, seperti kata Yauval Noah Harari dalam Homo Deus, bahwa ilmu ekonomi orang-orang barat itu diimpor dari dunia Islam paska keruntuhan Ottoman. Artinya, ada konsep ekonomi sebelum Adam Smith dan lainnya di barat mengembangkan teori-teori ekonomi. Bisa saja sistem ekonomi kerakyatan, sistem ekonomi Pancasila dan Koperasi menjadi ajaran resmi di semua buku pelajaran ekonomi bangsa kita ke depan.
Dengan demikian arah pembangunan ekonomi kita lahir dari pemikir-pemikir anti Kapitalis dan anti Neoliberal. Sehingga Koperasi bisa berjaya dan Bung Hatta “bisa senang” di alam baka.
Penutup
Saya sangat prihatin dengan Hari Koperasi kemarin yang tidak meriah. Padahal sejatinya konstitusi kita mewajibkan Koperasi atau pembangunan ala sosialistik menjadi arus utama. Jokowi sendiri pada Hari Koperasi malah membuat keputusan yang membolehkan swasta menguasai hak atas tanah selama 190 tahun plus.
Harapan kita ke depan, ditangan Prabowo, yang kakeknya adalah pendiri Koperasi Boedi Oetomo dan Koperasi Pegawai Negeri serta bapaknya pendiri Partai Sosialis Indonesia, merubah arah pembangunan kita selama ini yang terperangkap pada Kapitalisme dan Neoliberalisme sesat. Dalam momentum dunia yang berubah ke arah sosialistik, saatnya Indonesia kembali pro konstitusi, pro Pancasila dan pro Koperasi.
[***]