KedaiPena.Com – Beberapa waktu terakhir Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto kerap kali melontarkan pernyataan yang membuat publik terheran-heran.
Prabowo Subianto sempat melontarkan pernyataan perihal bantuan yang dikirim pemerintahan Jokowi kepada korban kekerasan dan genosida Rohingnya hanyalah sebuah pencitraan. Hal itu disampaikan saat Aksi Bela Rohingya di Patung Kuda, minggu lalu.
Tak berhenti sampai situ, eks Danjen Kopassus ini menyebut langkah pemerintah mengirimkan bantuan kepada etnis Rohingya di Myanmar menunjukkan pemerintah tidak sensitif terhadap kondisi di dalam negeri. Hal itu disampaikan dalam diskusi bedah buku di Auditorium Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat, awal pekan ini.
“Rakyat kita pun banyak yang dalam keadaan susah. Di Jakarta saja banyak yang tidak punya air minum. Sepertiga anak-anak di Jakarta kurang gizi,” ujar Prabowo Subianto.
Menanggapi hal tersebut pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, pernyataan mantan Panglima Kostrad tersebut sebagai sebuah ‘blunder’. Pangi juga menuturkan, komentar Prabowo yang menyebut Jokowi hanya pencitraan bantu Rohingya tidaklah mencerminkan statemen seorang negarawan.
“Saya melihat Prabowo mulai dengan telanjang mempertontonkan kekacauan logika berfikir. Bagaimana ceritanya pemerintah respon membantu krisis kemanusian Rohingya dituduh macam-macam, serba salah. Kalau presiden tak memberi bantuan digoreng macam-macam seperti tidak empati dan tidak peduli. Serba salah presiden kita di mata mereka,” ujar Pangi kepada KedaiPena.Com, Kamis (21/9).
Pangi pun melanjutkan, komentar Prabowo hanya akan memantik sentimen negatif. Dan komentar Prabowo yang terlihat reaksioner secara tidak langsung pasti mengerus elektabilitas Prabowo. Sebab, masyarakat yang awalnya empati, justru berbalik, makin ngak empati karena komentarnya cenderung tidak bijak.
“Seorang negarawan pasti lihai dan piawai mengelola dan mencari diksi dan frasa yang tepat dalam setiap berkomentar karena ada konsekuensi logis apabila salah dalam berpendapat. Resikonya ngak main main dan bisa blunder seperti sekarang,” beber Direktur Eksekutif Voxpol Center ini.
Laporan: Muhammad Hafidh