KedaiPena.Com – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan mengungkapkan, saat ini masih banyak pekerjaan rumah yang terkatung-katung dan belum terselesaikan di pemerintahan Jokowi.
Heri menuturkan, berdasarkan catatannya dalam dua atau hampir tiga tahun Jokowi memerintah masih banyak hal yang belum terselesaikan dengan baik. Jokowi malah sibuk melakukan pencitraan.
Perlu diketahui, saat ini belanja dalam RAPBN 2018 dipatok sebesar Rp2.109 triliun. Naik 5 persen (Rp15,5 triliun) dari APBNP 2017. Kenaikan belanja paling besar ada di belanja pusat sebesar Rp1.443 triliun atau naik 7 persen dari APBNP 2017.
“Utang negara yang sudah mencapai Rp3.779, ketimpangan ekonomi yang mencapai 0,39, kemiskinan yang mencapai angka 27,77 juta jiwa, rata-rata anak bersekolah yang masih di bawah 8 tahun, ancaman disintegrasi, bahaya bangkitnya PKI, sampai tragedi kemanusiaan Rohingya. Itu adalah tugas berat yang dipikul Presiden. Jokowi punya PR besar dan itu tak bisa dijawab dengan masuk-keluar got,” beber Heri saat diwawancara oleh wartawan di Jakarta, ditulis Rabu (20/9).
“Pada konteks ini, ada beberapa item belanja yang harus diwaspadai disetir untuk tujuan politik antara lain anggaran perlindungan sosial tersebut terdiri dari subsidi di luar subsidi pajak sebesar Rp 161,6 triliun. Kedua, program Keluarga Harapan (PKH) yang naik dari Rp 9,98 triliun menjadi Rp 17,3 triliun di 2018 serta Program Indonesia Pintar yang juga naik dari Rp 9,5 triliun menjadi Rp 10,8 triliun, atau Anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin dan penerima bantuan iuran (PBI) ditetapkan sebesar Rp 25,5 triliun. Lalu, bantuan pangan Rp 13,5 triliun dan dana desa Rp 60 triliun,” sambung Heri.
Atas dasar tersebut, jelas Politikus Gerindra ini semua pihak patut untuk terus mengawasi pelaksanaan APBN 2018 agar tidak melenceng dari tujuannya semula.
“Rakyat Indonesia harus tahu bahwa anggaran itu salah satunya bersumber dari utang negara yang sejak Januari 2017 sudah bertambah Rp313 triliun. Itu semua adalah hak seluruh rakyat Indonesia sehingga wajib hukumnya untuk terus diawasi dan dimintai pertanggungjawabannya secara transparan,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh