KedaiPena.Com – Partai Persatuan Pembangunan (PPP) versi Djan Faridz meradang. Mereka mengultimatum para calon kepala daerah yang minta restu ke PPP kubu Romahurmuziy.‎
Meski secara hukum PPP yang sah adalah kubu Djan Faridz, tapi versi Pemerintah, yang diakui adalag kubu Romahurmuziy. Jelas ini membuat para calon kepala daerah bingung.‎‎
Pengamat Hukum Tata Negara Margarito Kamis menilai, hal yang dilakukan kubu Djan lumrah. Sebab Mereka mengacu pada putusan MA.‎
“Saat ini Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo telah menginjak-injak hukum. Dengan banyaknya melanggar dan menabrakan Undang-undang yang ada,” tegas dia saat dihubungi KedaiPena.Com, Selasa (20/9).
“Anda boleh minta apa saja kepada Presiden ini, tetapi anda tidak bisa meminta hukum karena hal itu tidak bisa memberikan itu. Kalau Presiden tetap memberikan hukum, itu yang membuat mereka tidak jujur kepada rakyat (sebab, hukum tidak bisa dibeli),” tuturnya.
Margarito pun mengambil contoh lain, saat Jokowi menginjak-injak hukum. Seperti halnya kasus reklamasi Pulau G yang sudah diputuskan di PTUN untuk tidak dilanjutkan. Tiba-tiba kembali melanjutkan proyek tersebut dengan memaksa melanggar Undang-undang dan keputusan hukum yang sudah ada.‎
“Sekarang Menko Luhut mengatakan itu akan dilanjut. Lalu KPK pun juga sudah lemah dalam penangananan kasus reklamasi ini. Jadi ini adalah satu hal yang sangat aneh dan ajaib,” sesal dia.
Belum lagi sikap Presiden Jokowi yang lagi-lagi melawan hukum dan konstitusi, saat melakukan pemotongan APBNP 2016. Pemotongan yang seharusnya menggunakan UU, oleh Presiden Jokowi malah menggunakan Inpres. “Ini kan sangat ngaco‎,” tegas dia.
Untuk itu, sambung dia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) perlu mengambil sikap tegas agar menjalankan fungsi dan kaedahnya dengan benar. Karena tidak ada negara yang maju dengan hukum amburadul.
“Keadaan negara kita sudah berat. Anda bisa lihat sendiri ketidakjujuran terhadap hukum, hampir setiap saat dilakukan oleh Presiden Joko Widodo,” tandas dia.
(Prw/Apit)‎