KedaiPena.Com – Beragam cara sudah dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk meminimalisir penambahan utang negara yang sudah menggunung. Namun beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru lebih banyak memberatkan rakyat.
Sala satu di antaranya adalah rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang akan dilakukan pada tahun 2021 mendatang. Hal ini merupakan bentuk kepanikan Sri Mulyani.
“Indikasi bahwa SMI sudah panik karena pemerintah mengalami kesulitan likuiditas,” kata ekonom senior Rizal Ramli kepada redaksi, Senin (17/5/2021).
“Bayar THR saja dipotong, uang haji dan wakaf diembat untuk infrastruktur, sudah paksa BI untuk cetak uang Rp 1.000 triliun dengan wajibkan BI beli surat utang di pasar primer, hingga usul naikkan pajak PPN jadi 15%,” kritiknya.
“Cara-cara panik dan tidak kreatif untuk genjot penerimaan sekadar untuk bisa bayar bunga utang sebesar Rp 345 triliun,” tandas Rizal Ramli.
Sementara, anggota Komisi XI DPR RI, Hendrawan Supratikno, dalam situasi sulit saat ini pemerintah seharusnya berpikir jernih dan rasional dalam mengeluarkan kebijakan.
“Di saat situasi berat seperti sekarang, segenap pihak khususnya pengambil kebijakan harus tetap berpikir jernih, dan rasional, tidak boleh panik atau membabi buta,” ucap Hendrawan kepada wartawan, Rabu (12/5).
Menurut legislator dari Fraksi PDI Perjuangan ini, daya beli masyarakat akan menurun jika pemerintah menaikkan tarif PPN.
“Kenaikkan PPN akan memukul daya beli masyarakat,” imbuhnya.
Ditegaskan Hendrawan, pemerintah harusnya membangkitkan sektor konsumsi dalam kondisi resesi seperti saat ini, bukan malah menaikkan PPN.
“Ini justru direm lajunya (daya beli masyarakat). Karena PPN merupakan kategori pajak tidak langsung, maka beban masyarakat bawah akan sama besar dengan masyarakat berpendapatan tinggi,” tandasnya. 
Laporan: Sulistyawan