KedaiPena.com – Ekonom senior Faisal Basri menyatakan rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen di 2025 wajib ditunda. Meskipun penundaan itu berisiko membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melebar.
Faisal Basri mengatakan pemerintah perlu memikirkan cara lain untuk menaikkan penerimaan tanpa membebani masyarakat.
“Kalau menurut saya wajib lah ditunda, tapi kan pertanyaannya itu tadi defisitnya tambah lebar,” kata Faisal Basri, ditulis Jumat (12/7/2024).
Ia menyebut kenaikan PPN adalah cara pintas pemerintah untuk menaikkan penerimaan. Padahal, pemerintah selama ini belum memaksimalkan penerimaan dari Pajak Penghasilan (PPh) Badan.
“Karena PPN paling gampang, kalau PPh masih suka nilep-nilep,” ujarnya.
Faisal mempertanyakan prioritas pemerintah. Karena ia menilai selama ini pemerintah kerap memberikan insentif pada korporasi besar dan masyarakat kalangan atas.
“Segala macam malah disubsidi, mobil listrik kan Rp40 juta per mobil. Sementara PPN yang mengenai seluruh rakyat dinaikkan. Rasa keadilannya dimana?” tanyanya.
Ia menyatakan kenaikan PPN akan langsung berdampak ke seluruh masyarakat.
“Dimana asas keadilan pemerintah dalam hal perpajakan. Demi investasi, semua itu makin gelap mata,” pungkasnya.
Sebagai informasi, kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 2025 sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10 persen diubah menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Lalu kembali naik menjadi sebesar 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Laporan: Ranny Supusepa