KedaiPena.Com – Pembentukan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai petunjuk arah pembangunan bangsa dalam jangka panjang akan menjadi sulit jika formatnya dibungkus dengan amandemen UUD 1945.
Hal tersebut dikatakan Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman, saat menghadiri zoom Webinar Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), dalam tema Pokok-pokok Haluan Negara, Haruskan Amandemen Terbatas, Senin (23/8/2021).
“Terkait wacana ini ada dua level pemahaman yang harus kita diskusi, yang pertama dalam konteks substansi kalau subtansinya alasan PPHN bagaimana kesinambungan pembangunan saya pikir kita semua sepakat kalau soal kesinambungan pembangunan,” ujarnya.
Habib sebagai orang Lampung masih ingat, sewaktu zaman Presiden SBY, dia berjanji akan membangun Jembatan Selat Sunda.
“Sampai orang-orang Bakauheni Kalianda itu siap menjadi daerah yang maju dari pada saat ini, karena ke Jawa itu hanya beberapa menit saja menyeberang lewat Jembatan Selat Sunda,” kata dia lagi.
“Akan tetapi ketika Pak Jokowi naik jadi Presiden, itu buyar semua mimpi karena orientasinya berubah menjadi tol laut. Jadi hal seperti ini dan banyak lagi adalah contoh, dan bukan menjadi tendensi terhadap pemerintah mana pun,” katanya.
Banyak hal lain yang memang kita sebagai Bangsa untuk duduk bersama. Cuma, Habib menjelaskan, semua pihak harus dewasa, siapapun yang sekarang memerintah dan yang akan datang, harus tetap ada satu hal yang berkesinambungan.
“Kalau kita pilih ya kita tentukan pola pembangunan secara bersama, tidak mungkin pembangunan hal besar itu selesai selama 5 tahun. Banyak sekali yang fundamental tidak mungkin selesai selama lima tahun,” sambungnya.
Makanya, kata Habib kalau Pemerintah sebelumnya sudah memutuskan, maka harus dilanjutkan, upaya ini tidak sia-sia.
“Kendati demikian, selain subtansi, setiap pemikiran publik, kita akan bicara format. Kalau formatnya dibungkus dengan amandemen UUD 1945, saya katakan kita sama saja bicara, ular mencari pemukul atau ular minta di pukul,” terangnya.
Artinya, sebut Habib, seolah-olah kita mencari masalah. Karena kalau sudah bicara amandemen pasti akan lari kemana-mana. Orang akan menanggapi macam-macam dan kita akan pasti akan sama-sama curiga.
“Amandemen itu suatu hal yang sangat spesial, harus diusulkan 2/3 lalu harus di sepakati lain sebagainya. Sehingga jaminannya apa, jika terbatas hanya pasal per pasal. Ini yang akan membuat tidak produktif menurut saya dan akan memicu kegaduhan sehingga tidak produktif lagi bicara soal keberlangsungan,” imbuhnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki UU RPJMN, atau instrumen di bawah UUD lainnya. Dia pikir itu lebih secure lebih aman bicara di level tersebut, karena ada UU yang tetap mengikat.
“Sebab kalau produk UUD 1945 amandemen yang terakhir itu, ada keterkaitan satu pasal dengan pasal lainnya. Kalau kita ubah satu pasal tentu pasal lainnya akan berubah, agak repot kalau kita bicara amandemen, tetapi subtansi nya jika kalau agar tetap ada keberlangsungan kesinambungan pembangunan harus di cara di luar amandemen UUD 1945,” tutupnya.
Laporan: Sulistyawan