KedaiPena.Com – Pemilu serentak 2019 kali ini menjadi rumit. Dibutuhkan modal yang besar dan terjadi pergeseran politik yang pragmatis, sehingga pileg tenggelam oleh pilpres.
“Pemilu serentak membutuhkan biaya yang besar dan terjadi pergeseran politik masyarakat, maka sudah seharusnya UU Pemilu No.7 tahun 2017 tentang pemilu diubah,” tegas anggota Komisi II DPR RI Firman Subagyo di Jakarta ditulis Sabtu (30/3/2019).
Firman mengakui, dengan pemilu serentak, berdampak pada biaya kampanye yang besar. Karena itu dia khawatir caleg yang terpilih dalam pemilu nanti hanya orang-orang yang bermodal besar.
“Selain rumit karena serentak, yang bisa kampanye besar-besaran hanya caleg yang bermodal besar. Ini tak bisa dibiarkan, sehingga perlunya merevisi UU pemilu,” ujarnya.
Firman menuturkan pileg ini lebih penting karena akan mengisi parlemen di DPR RI, DPD RI dan DPRD.
“Sehingga DPR RI yang mewakili rakyat dan membuat UU, menyusun anggaran dan pengawasan terhadap pemerintah ini jangan tidak berkualitas. Jadi, sistem pemilu ini harus direvisi,” ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP Effendi Simbolon, mengaku setuju jika pileg dan pilpres harus dipisah.
“Jangan sampai terjadi kekosongan di DPR RI. Karena itu selain dipisah, saya minta penghitungan suara pileg terlebih dahulu daripada pilpres,” ujar Effendi Simbolon.
Permintaan Effendi tersebut dilandasi ketakutan akan terjadinya ‘chaos’ karena perhitungan suara pilpres yang dianggap tidak kredibel.
Sebab, jika nanti pilpres sudah dihitung dan terjadi chaos, sementara pileg belum dhitung, maka parlemen akan kosong. Bagaimana?” katanya singkat.
Kondisi tersebut maka telah membuat DPR untuk bersepakat mengkredibel Undang-undang Pemilu menjadi terpisah antara pileg dan pilpres.
Laporan: Muhammad Hafidh