Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Sempat menjadi harapan masyarakat dalam membongkar dugaan pencucian uang di lingkungan kementerian keuangan, ternyata PPATK hanya “meong” juga.
Bahkan ada indikasi PPATK mau menutupi dan menghalangi pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Alasannya sebagai berikut.
1. Pada 7 Maret 2023, PPATK memblokir setidaknya 40 rekening milik Rafael Alun Trisambodo dan pihak terafiliasi, termasuk konsultan pajak, dengan nilai transaksi mencapai Rp500 miliar, karena diduga terlibat tindak pidana pencucian uang secara profesional.
2. Pada 8 Maret 2023, Menko Polhukam (Politik, Hukum, dan Keamanan) Mahfud MD mengatakan ada 69 pegawai kementerian keuangan (diduga) terlibat pencucian uang. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana membenarkan pernyataan Mahfud dan mengatakan jumlah uang yang dimiliki oknum pegawai kementerian keuangan bernilai luar biasa. Nilainya sangat signifikan.
3. Pada 8 Maret 2023, Mahfud juga mengatakan ada pergerakan uang mencapai Rp300 triliun di lingkungan kementerian keuangan, melibatkan lebih dari 460 pegawai kementerian keuangan.
4. Hal ini dibenarkan kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Ivan mengatakan pergerakan uang mencurigakan Rp300 triliun di Kementerian Keuangan menggunakan nominee, termasuk jasa pencucian uang profesional. Aliran dana mengalir di dalam negeri dan ke luar negeri.
5. Sampai sejauh ini, PPATK sangat yakin bahwa dugaan pencucian uang Rp300 triliun melibatkan 460 lebih pegawai kementerian keuangan tersebut.
6. Setelah pertemuan dengan wakil menteri keuangan Suahasil Nazara, Mahfud masih menegaskan bahwa dugaan pencucian uang Rp300 triliun tersebut dilakukan oleh 460 lebih pegawai kementerian keuangan.
7. Setelah bertemu dengan Mahfud, Sri Mulyani juga mengatakan bahwa laporan PPATK hanya terkait pegawai kementerian keuangan, jumlahnya mencapai 964 orang. Artinya, dugaan pencucian uang di kementerian keuangan hanya terkait pegawai kementerian keuangan.
8. Setelah pertemuan dengan pihak kementerian keuangan, Ivan Yustiavandana mulai tidak konsisten dan diduga melakukan kebohongan publik. Ivan mengatakan bahwa laporan PPATK tidak terkait pegawai kementerian keuangan, tidak terkait 964 pegawai kementerian keuangan. Hal ini bertentangan dengan pernyataan Mahfud dan Sri Mulyani.
9. Ivan mengatakan laporan diberikan kepada kementerian keuangan sebagai pihak penyidik tindak pidana asal. Tetapi, menurut Ivan, pelakunya bukan berasal dari kementerian keuangan.
10. Bagaikan pepatah, Ivan sedang menggali kuburnya sendiri. Karena, objek dari tindak pidana asal adalah perbuatan dan pelaku. Kalau pelakunya bukan berasal dari kementerian keuangan, lalu berasal dari mana?
Sedangkan objek dari tindak pidana pencucian uang adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana.
11. Berarti, Ivan mengatakan bahwa ada harta kekayaan Rp300 triliun yang dimiliki oleh bukan pegawai kementerian keuangan tetapi berasal dari tindak pidana pajak dan bea cukai.
12. Pertanyaannya, bagaimana Ivan tahu bahwa harta kekayaan Rp300 triliun tersebut diperoleh dari tindak pidana pajak dan tindak pidana bea cukai, padahal belum dilakukan penyidikan dan pembuktian?
13. Ivan dapat diduga berupaya melakukan pembohongan publik untuk menghalangi pemberantasan tindak pidana pencucian uang di kementerian keuangan, memanfaatkan ketidakpahaman publik mengenai “tindak pidana asal”.
14. Sebetulnya, Jaksa Agung sudah bisa melakukan penuntutan dan penangkapan kepada pemilik harta Rp300 triliun tersebut.
15. Karena, menurut Pasal 69 UU No 8 tahun 2010, penyidikan dan penuntutan tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan, tanpa perlu menunggu terlebih dahulu pembuktian “tindak pidana asal”.
16. Kepala PPATK bisa kena pidana apabila terbukti melakukan pembohongan publik untuk menghalangi pemberantasan pencucian uang.
17. Yang lebih mengkhawatirkan, presiden bisa terseret. Karena PPATK sebagai lembaga independen bertanggung jawab langsung kepada presiden.
18. Untuk meluruskan itu semua, Jaksa Agung harus segera mengusut tuntas dugaan pencucian uang yang mencapai Rp300 triliun di kementerian keuangan, sesuai ketentuan pasal 69 UU tentang TPPU.
19. Ini jalan terakhir untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Kalau tidak, dikhawatirkan akumulasi kemarahan rakyat tidak terbendung.
[***]