KedaiPena.Com – Hingga hari ini, Negara masih menistakan nelayan, padahal nelayan punya peran sentral sebagai pahlawan protein bangsa.
Dalam Poros Maritim yang digadang-gadang oleh Pemerintahan Jokowi-JK yang terjadi justru sebaliknya, nelayan masih dipinggirkan dan belum menjadi bagian penting dalam pengelolaan laut nasional.
“Hal ini tercermin dengan jelas dalam berbagai permasalahan terkait dengan kegiatan perikanan, maupun ancaman dari sektor lain yang dibiarkan saja tanpa ada upaya serius pemerintah untuk menyelesaikannya,” kata Iwan Carmidi dari Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Muara Angke di Jakarta, ditulis Jumat (7/4).
Masalah alih alat tangkap yang dianggap merusak hingga hari ini belum selesai hingga berlarut-larut. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 71 Tahun 2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia menjadi pemicu keresahan nelayan.
“Kebijakan pelarangan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan tidak dibarengi dengan solusi yang pasti dari Pemerintah. Berbagai alat tangkap yang sebelumnya dapat digunakan menjadi terlarang seperti: arad, bondes, garuk, dan gernplo, termasuk cantrang,” lanjut dia.
Namun pemerintah terkesan gagap data dengan menistakan sejumlah mayoritas nelayan kecil yang menggunakan alat-alat yang dinyatakan terlarang hingga mencapai 6.933 unit kapal. Namun pemerintah baru mendata untuk melakukan alih alat tangkap hanya dapat mencapai 525 unit.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas