Artikel ini ditulis oleh Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies).
Saham GoTo masih terus melanjutkan tren turun, dan mencapai level terendah sejak penawaran saham perdana, atau IPO, pada awal April lalu.
Saham GoTo ditutup Rp141 per saham pada transaksi kemarin (1 Desember 2022), turun Rp10 dari rekor terendah pada transaksi sehari sebelumnya yang ditutup Rp151 per saham.
Artinya, saham GoTo pada 1 Desember 2022 sudah turun lebih dari 58 persen dibandingkan harga IPO sebesar Rp338 per saham. Dengan demikian, market cap (kapitalisasi pasar), atau nilai pasar, GoTo anjlok dari Rp400,3 triliun pada saat penawaran harga perdana menjadi tinggal Rp167 triliun saja. Gelembung market cap GoTo sedang meletus.
GoTo memang kelihatannya saja besar. Tetapi, isi sebenarnya hampa. Bisnisnya tergantung dari ‘bakar duit’. GoTo tidak pernah mendapat untung selama berdiri 10-12 tahun yang lalu. Total akumulasi rugi GoTo per 30 September 2022 sudah mencapai Rp99,3 triliun. Sekarang pasti sudah lebih dari Rp100 triliun.
Anehnya, Telkomsel yang merupakan bagian dari BUMN kok mau membeli saham GoTo yang jelas-jelas sedang rugi, dan kemungkinan besar tidak akan bisa memperoleh untung. Apakah ada yang paksa beli? Siapa? Perlu diusut.
Karena, membeli saham GoTo dengan kondisi perusahaan rugi terus seperti itu, Telkomsel dengan sadar, dan sengaja, melakukan spekulasi, tepatnya gambling, dengan taruhan sebesar nilai pembelian saham Rp6,4 triliun.
Dengan menggunakan harga Rp141 per saham, Telkomsel mengalami rugi Rp3,06 triliun dari investasi di saham GoTo ini. Memang rugi ini fluktuatif. Artinya, masih bisa membesar lagi. Karena harga saham GoTo masih sangat mungkin turun lagi. Maka itu, kerugian investasi Telkomsel ini akan menjadi kerugian negara, yang disengaja.
Karena, di dalam prospektus GoTo sudah dijelaskan bahwa GoTo tidak bisa memperkirakan prospek bisnisnya di waktu-waktu mendatang, GoTo sangat pesimis dapat memperoleh laba, GoTo sangat pesimis dapat membagikan dividen, dan GoTo secara eksplisit mengatakan bahwa tingkat pengembalian investasi di saham GoTo kemungkinan diperoleh dari kenaikan harga saham, yang mungkin tidak pernah terjadi.
Secara teori, harga saham perusahaan yang sedang rugi, dengan akumulasi rugi yang sangat besar, dengan prospek bisnis ke depan tidak pasti dan cenderung masih akan rugi, tidak mungkin akan bisa naik. Kenaikan harga saham pada kondisi seperti ini patut diduga karena spekulasi atau dimanipulasi.
Anehnya juga, kenapa OJK memberi izin IPO kepada GoTo yang prospek bisnisnya tidak jelas, suram, dan diperkirakan tidak bisa memperoleh keuntungan di masa depan? Apa ada permainan? Atau ada permainan apa?
Maka itu, OJK wajib bertanggung jawab atas (potensi) kerugian investor publik yang mencapai puluhan triliun rupiah. Karena lalai melindungi investor publik.
[***]