PENANGKAPAN sejumlah tokoh dan aktifis seperti Sri Bintang Pamungkas, Rachmawati Soekarnoputri, Ratna Sarumpaet, Mayjen Purnawirawan Kivlan Zein, Brigjen Purnawirawan Adityawarman Thaha, Eko Gerindra, Firza Husein, Rizal Kobar, Jamran Amju pada Jumat (2/2) dini hari dengan tuduhan makar, menimbulkan tanda tanya besar sejumlah pihak.Â
Menteri Pertahanan, Jend Purnawirawan Ryamizard Ryacudu bahkan mengatakan makar itu pakai senjata, kalau bawa sajadah dan Alquran itu bukan makar. Bahkan Panglima TNI juga tidak memberikan komentar apa-apa soal makar yang di tuduhkan itu.Â
Menkopolhukam juga tidak berekasi, padahal kalau tuduhan makar itu benar adanya, maka itu bukan wewenang polisi yang urus. Itu urusan Menkopolhukam, Menteri Pertahanan dan Panglima TNI.Â
Atas dasar itu tindakan Polri, soal penangkapan  dan penanahan sejumlah tokoh dan aktifis yang disebutkan di atas patut di pertanyakan. Polri di bawah Jendral Tito Karnavian terlihat melangkah jauh melampaui kewenangannya.Â
Polri dalam tupoksinya sesuai Undang-undang adalah mengurusi Kamtibmas. Soal makar adalah terkait pertahanan dan keamanan, maka tindakan polisi adalah keliru dalam hal ini.Â
Oleh karena kekeliruan Polri menangkap dan menahan para tokoh dan aktifis belakang ini, maka Polri segera di tempatkan di bawah Kementian Dalam Negeri. Sehingga Polisi tidak lagi di bawah Presiden dan lakukan hal-hal blunder seperti sekarang.
Kamis (8/11) dini hari juga, polisi cokok Hatta Taliwang di rumahnya di Benhil dengan tuduhan makar seperti yang disebutkan oleh Kapolda pada sejumlah media.Â
Lalu setelah ditangkap, polisi mengubah tuduhan dari makar menjadi pelanggaran UU ITE. Selain Hatta Taliwang yang dikenai UU ITE, Rizal Kobar dan Jamran Amju juga dikenai hal yang sama. Padahal dalam paket penangkapan kedua aktifis muda itu juga dianggap maka makar.
Sesuai judul di atas, mengapa Sri Bintang Pamungkas atau teman sebutnya dengan SBP dan Bang Hatta Taliwang atau Bang MHT ditahan sedangkan para tokoh lainnya setelah ditetapkan tersangka dan dikenai sejumlah pasal, lalu dipulangkan? Ini pertanyaan yang perlu dijawab.Â
Sri Bintang Pamungkas dan Hatta Taliwang dalam sejumlah tulisan sering sangat kritis menyoroti peran para taipan dan cukong dalam ekonomi nasional dan prakteknya. Soal peran para naga yang mencengkeram ekonomi dan berusaha menguasai Negara dan pemerintahan ungkap secara kritis dan tajam baik di berbagai forum dan tulisan.Â
Bahkan peran 9 Naga ini di kritik keras oleh ekonom dan mantan menteri Kwik Kian Gie. Kwik malah menantang PDIP soal 9 Naga di belakang Jokowi. Jadi, apa yang diungkap oleh SBP dan MHT itu adalah fenomena sosial ekonomi dan perpolitikan yang melanda saat ini.Â
Publik patut bertanya, kalau penangkapan dan penahan yang terkesan setengah hati  yang terkesan di paksakan itu berdasarkan apa?Â
Ada dugaan kuat bahwa penangkapan ini bisa berdasarkan “pesanan” karena tuduhan yang berubah ubah dan teknis penangkapan yang diskriminatif. Sebagian dilepas dan sebagian di tahan padahal tuduhannya sama, yaitu makar.Â
Apakah penangkapan dan penahanan SBP dan MHT itu semacam pesanan para cukong dan taipan yang merasa teranggu karena aktifitas dan kritikan kedua idola para aktifis dan kaum muda itu?
Apakah Sri Bintang Pamungkas dan Muhammad Hatta Taliwang yang keduanya mantan anggota DPR RI itu gencar kritik peran asing dan aseng yaitu para cukong dan taipan, dalam perekonomian dan perpolitikan sehingga kedua harus di buat meringkuk dalam penjara?Â
Padahal kritikan mereka itu adalah hak bersuara sebagai ekspresi berpendapat yang di jamin UUD45? Dan itu adakah bentuk kontrol terhadap penguasa agar tidak jauh melenceng dari cita-cita berdirinya Negara ini oleh para founding father.
Tapi satu hal, jika Istana membiarkan polisi lakukan tuduhan, penangkapan, penahahan yang tidak memiliki dasar dan alasan kuat, maka tindakan polisi itu sebagai bukti bahwa rezim ini memang otoriter, anti kritik juga anti demokrasi. Dan rezim semacam ini pasti menuju kehancurannya sendiri.Â
Akhirnya, penulis sarankan, sebaiknya Mas Sri Bintang Pamungkas, Bang Hatta Taliwang, juga Rizal Kobar dan Jamran Amju itu dibebaskan saja karena terlihat polisi sangat belepotan cari dalih dan alasan. #SavePolriKita.‎
‎
Oleh ‎Muslim Arbi, ‎Koordinator Gerakan Aliansi Laskar Anti Korupsi (GALAK)