KedaiPena.Com- Politisi Senior PDIP Sumatera Utara (Sumut), Budiman Nadapdap mendorong Ketua DPD PDIP Sumut Rapidin Simbolon untuk melakukan klarifikasi kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjeratnya. Budiman mengatakan klarifikasi tersebut harus disampaikan dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) maupun Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP.
Menurutnya, hanya DPC PDIP yang dapat memutuskan nasib Rapidin di partai tersebut. Mereka yang punya hak suara untuk menyetujui dia mundur. Maka Pak Rapidin seharusnya buatlah klarifikasi di dalam forum Rakerda ataupun Rakorda,” ujar Rapidin saat dihubungi, Senin (11/9/2023).
Adapun kasus dugaan korupsi dana bansos ini diduga dilakukan Rapidin saat menjabat Bupati Samosir periode 2016-2021. Budiman menilai, karena persoalan ini sudah begitu viral dan menyebar secara nasional, maka harus disikapi melalui mekanisme partai. Sebab, lanjutnya, hal ini jika dibiarkan akan menggerus suara partai dan suara Ganjar Pranowo pada Pemilu 2024 mendatang.
“Karena ini akan menjadi gorengan daripada yang punya kepentingan. Ini kan tahun politik, begitu banyak kepentingan. Bisa saja persaingan sesama dapil, bisa saja ada dugaan-dugaan persaingan kandidat calon wakil gubernur,” ungkap Budiman dalam keterangan tertulis, Senin,(11/9/2023).
Terkait proses hukum kasus yang menjerat Rapidin, Budiman mengatakan, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumut menyatakan Rapidin tidak turut menikmati uang hasil korupsi bansos tersebut. Namun, lanjut Budiman, putusan MA yang telah inkrah menyatakan Rapidin turut terlibat dalam kasus tersebut.
“Jadi sebenarnya apa yang dari Kejati kan berharap tidak seperti itu jawaban. Seharusnya mereka membuat satu surat, jadi tidak secara lisan. Kejati itu seharusnya layaknya memberi keterangan itu tidak lisan, melainkan tertulis. Ini kan karena orang masih menganggap Kejati itu sebagai salah satu badan yang menangani permasalahan-permasalahan di daerah,” tuturnya.
Budiman menegaskan bahwa bukan dirinya yang dapat memutuskan nasib Rapidin sebagai Ketua DPD PDIP Sumut.“Saat Kejati Sumut sudah menyatakan Pak Rapidin tidak ikut menikmati dana Covid-19, saya kira teman-teman media bisa mengejar Kejati Sumut. Kalau mengejar pendapat dari kita sesama kader, bisa tafsir yang beraneka ragam,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua DPD PDIP Sumut Rapidin Simbolon disebut-sebut turut menikmati dana bantuan sosial (bansos) Covid-19 saat masih menjabat sebagai menjabat Bupati Samosir periode 2016-2021. Kasus ini disebut telah merugikan negara senilai Rp499 juta.
Keterlibatan Rapidin ini disebut dalam vonis hakim MA dalam perkara tindak pidana korupsi di tingkat kasasi, mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon disebut turut menikmati dana penanggulangan Covid-19 yang dikorupsi tersebut. Dalam kasus ini, MA juga telah menjatuhkan vonis kepada mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Samosir Jabiat Sagala dengan hukuman satu tahun penjara.
Pada Selasa (5/9/2023), Gerakan Muda Samosir (GMS) menggelar aksi unjuk rasa menuntut Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti putusan MA tersebut. Dalam kasus ini, kata Angga, Rapidin sudah dilaporkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara. Angga mengatakan proses pemeriksaan terhadap Rapidin hingga kini belum dilaksanakan.
“Tapi persoalannya adalah, sampai hari ini putusan Mahkamah Agung itu tidak ditindaklanjut oleh Kejari Samosir dan Kejati Sumut. Itulah kenapa kita sampaikan ini ke Kejaksaan Agung,” ujarnya.
Dalam kasus ini, lanjut Angga, Rapidin bersama tim relawannya telah memindahkan packing bantuan Covid-19 ke Rumah Dinas Bupati, kemudian menempelkan sticker bergambar Bupati Samosir sebagai modal awal untuk menjadi calon legislatif RI. Angga mengatakan hal ini perlu menjadi perhatian bersama sebelum Rapidin terpilih sebagai caleg.
“Sebetulnya yang lebih parah dari itu adalah kita tahu bahwa hari ini dirinya mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif. Persoalannya adalah saat dia melakukan abuse of power tadi, menyalahgunakan wewenangnya, dia juga sempat mencatutkan foto pribadinya bahkan yang harusnya itu diberikan oleh negara, tapi diberikan untuk pribadi. Itu dilakukan sebagai modal hajat awal dia mencalonkan diri sebagai anggota legislatif,” pungkasnya.
Laporan: Tim Kedai Pena