KedaiPena.com – Penyaluran Penyertaan Modal Negara (PMN) ke perusahaan milik negara BUMN, seharusnya menjadi cara agar perusahaan BUMN itu ‘naik kelas’. Bukan malah mengandalkan PMN hanya untuk bertahan dan jika ada kerugian, mengajukan PMN kembali.
Anggota Dewan Pakar DPP Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS) menyatakan seharusnya perusahaan BUMN tidak ada yang mengalami kerugian, karena ada sinergi BUMN dan upaya memprioritaskan perusahaan BUMN untuk pengerjaan proyek negara.
“Kalau memang ada BUMN yang rugi, artinya ada yang salah dipengelolaannya. Mungkin SDM yang diletakkan di kursi kepemimpinannya, bukan sosok yang kompeten di bidang tersebut,” kata BHS, Sabtu (20/7/2024).
Apalagi, ada aliran Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada perusahaan-perusahaan tersebut, dengan jumlah yang tidak kecil.
“Sebagai contoh, Garuda, yang sangat dimanja oleh pemerintah. PMN yang tersalurkan ke Garuda itu bisa mencapai, 10 triliun lebih di era Presiden Jokowi. Kalau PMN itu diserahkan ke swasta, mungkin sudah berkembang besar perusahan swastanya,” ucapnya.
Lebih parah lagi, lanjutnya, banyak perusahaan bumn yang sudah disuntik PMN, tetapi tetap mati, produktifitasnya hampir mendekati nol. Seperti misalnya, BUMN Pabrik gula, BUMN sandang, BUMN industri maritim atau galangan kapal.
BHS menyebutkan perusahaan BUMN itu sebenarnya dibutuhkan untuk fungsi sebagai stabilisator mulai dari kecukupan produk dan jasa, mutu produk dan jasa, dan harga. Agar, masyarakat konsumen tidak dipersulit dari kelangkaan ataupun kartelisasi yang dilakukan swasta.
“Jadi BUMN-BUMN itu akan menjaga masyarakat dari produk yang buruk, ketidaktersediaan produk di pasar, dan harga produk yang tidak melebihi nilai sewajarnya. Jadi BUMN bukan sebagai penguasa di pasar, tapi hanya menjaga agar pasar itu terus bergerak, bertumbuh, dan tentunya memberikan kontribusi positif pada seluruh masyarakat,” ucapnya lagi.
Untuk memastikan BUMN itu bisa menjadi stabilisator, maka BUMN itu harus sehat dan kuat.
“Bagaimana BUMN itu sehat dan kuat, artinya Sumber daya manusia (SDM) yang ada didalamnya harusnya orang yang kompeten di bidangnya. Sehingga BUMN bisa ditangani secara profesional dan penuh dengan inovasi serta kebijakan yang tepat” kata BHS lebih lanjut.
Ia juga menegaskan, para perusahaan BUMN ini harus memahami, bahwa PMN yang mereka terima adalah untuk pengembangan produktivitas, dan bahkan bisa meningkatkan keuntungan dan manfaat untik publik lebih besar. sehingga korporasi bisa tumbuh menjadi lebih sehat dan lebih kuat.
“PMN itu jangan dipakai buat bayar utang. Tapi untuk pengembangan perusahaan. Kalau pun memang BUMN itu dibutuhkan oleh negara, kucuran dana itu disalurkan, tapi untuk pembenahan kerusakan yang berdampak pasa produktivitas. Jangan tiap tahun dikasih PMN, tapi rugi terus. Ya harusnya dibenahi dulu manajemen-nya, baru dipertimbangkan untuk menerima PMN lagi,” ungkapnya.
Ia mengimbau agar BUMN yang produksinya menjadi kebutuhan pokok masyarakat harusnya yang diprioritaskan mendapatkan PMN lebih dulu.
“Seperti industri sandang bukan malah ditutup, tapi karena sandang merupakan kebutuhan pokok dari masyarakat, harusnya itulah yang di-support PMN lebih dulu. Demikian juga BUMN pangan,” pungkas BHS.
Laporan: Ranny Supusepa