KedaiPena.Com – Sikap politikus PDIP Efendi Simbolon yang menyalahkan Presiden Jokowi lantaran tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi Covid-19 telah menunjukan bahwa elit partai berkuasa mulai menemukan kesalahan fatal.
Demikian disampaikan oleh Sosiolog politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun saat merespon sikap Effendi Simbolon yang menanggapi pendapat dari Pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandi Riono terkait jebakan pandemi atau pandemic trap.
“Sikap Efendi Simbolon juga menunjukan bahwa elit politik partai berkuasa mulai menemukan kesalahan fatal Jokowi dalam memimpin negara, hingga kemudian Jokowi gagal mengendalikan penyebaran Covid yang berujung terjadinya kematian harian terbanyak di dunia selama akhir Juli 2021 ini,” kata Ubed sapaanya, Minggu (1/8/2021).
Ubed menilai, Presiden telah mengabaikan pasal 52 dan pasal 55 UU No 6 tahun 2018 teekait karantina wilayah (lockdown) dan tanggungjawab pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.
Apa yang disampaikan oleh Ubed ini sendiri secara substansi serupa dengan pendapat dari Anggota DPR RI Fraksi PDIP tersebut.
‘Kebijakan Lockdown ini mestinya dilakukan Jokowi tahun lalu untuk memutus mata rantai penyebaran.Dan kebijakan lockdown saat itu sangat mungkin dan keuangan negara mampu untuk lakukan itu,” ungkap Ubed.
Presiden lanjut Ubed, juga terlihat mengabaikan perintah Undang-Undang No.6 tahun 2018. Ubed menuturkan, dalam terminologi konstitusi sikap ini bisa termasuk katagori perbuatan tercela sebagaimana termaktub dalam pasal 7A UUD 1945.
Sebelumnya, Politikus PDIP Effendi Simbolon menyalahkan Presiden Jokowibyang tidak mau menerapkan lockdown sejak awal pandemi covid-19.
Effendi sendiri merespon Pakar epidemiologi asal Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono yang menyebut Indonesia sedang menuju jalur jebakan pandemi semakin dalam.
“Pemerintah sejak awal tidak menggunakan rujukan sesuai UU Karantina itu, di mana kita harusnya masuk ke fase lockdown. Tapi kita menggunakan terminologi PSBB sampai PPKM. Mungkin di awal mempertimbangkan dari sisi ketersediaan dukungan dana dan juga masalah ekonomi. Pada akhirnya yang terjadi kan lebih mahal ongkosnya sebenarnya, PSBB itu juga Rp 1.000 triliun lebih ya di tahun 2020 itu,” ujar Effendi kepada wartawan, Sabtu (31/7/2021).
Effendi bahkan menilai, jika Presiden tidak patuh konstitusi.
“Kalau dia patuh sejak awal lockdown, konsekuensinya dia belanja kan itu. Sebulan Rp 1 juta saja kali 70 masih Rp 70 triliun. Kali 10 bulan saja masih Rp 700 triliun. Masih di bawah membanjirnya uang yang tidak jelas ke mana larinya. Masih jauh lebih efektif itu daripada vaksin,” tegas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi