KedaiPena.Com – Perlu adanya kebijakan politik kesejahteraan yang harus menjadi prioritas. Selain itu perlu adanya politik lingkungan hidup dan politik ekonomi yang berbasis kekuatan nasional.
Solusi-solusi itulah yang harus dipersiapkan untuk menjadikan 2024 sebagai era baru yang taat konstitusi seperti Pasal 33 UUD 1945 dan sesuai dengan UU Pokok Agraria.
Demikian disampaikan Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar Diskusi Tematik Konferensi Nasional Reforma Agraria (KNRA) 2021 Solusi Gerakan Reforma Agraria Atasi Krisis Agraria secara virtual, Senin (13/9/2021).
Muhaimin menekankan, diperlukan penegakan konstitusi sesuai Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, yakni demi tercapainya keadilan atas penguasaan, pemilikan dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Kuga Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960 yang menandai perubahan kebijakan agraria dari corak kolonialisme ke corak nasionalisme. Yang lebih sesuai dengan karakter dan watak rakyat Indonesia. UUPA 1960 bertujuan untuk mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
”Kalau UU Pokok Agraria 1966 dan Pasal 33 UUD 1945 sudah cukup, berarti agendanya penegakan konstitusi. Pelaksanaan secara disiplin, menggurai, membenahi selurut perangkat konstitusi, aturan-aturan pelaksanaan agar sesuai dengan UUD dan UU Pokok Agraria,” katanya ditulis, Selasa, (14/9/2021).
Selain itu, perlu ada perubahan paradigma atau cara pandang dan cara kelola serta manajemen pembangunan. Sebab, karena krisis yang terjadi saat ini, pemerintah, partai politik, dan berbagai pihak terkait belum menemukan paradigma pembangunan yang efektif.
”Kalau yang diperlukan adalah penegakan konstitusi, kenapa selama ini tidak bisa tegak. Ganti DPR, ganti presiden dari periode ke periode, penegakan UU Pokok Agraria tidak bisa jalan,” tuturnya.
Menurut Muhaimin, ada banyak faktor. Pertama adalah sebuah pemahaman bahwa siapapun pemerintah hari ini tidak akan berdaya kepada pasar dan realitas ekonomi.
Ketidakberdayaan itu, kata dia, karena secara refleks, siapapun pemerintah hari ini pasti akan tunduk kepada kekuatan ekonomi pasar karena ketidakberdayaan ekonomi nasional.
“Sehingga yang perlu diantisipasi adalah kita harus menyiapkan satu rangkaian langkah-langkah yang tepat agar kebijakan pemerintah, pengambilan strategi pemerintah, tidak benar-benar tunduk pada pasar akibat keadaan yang sulit,” papar Muhaimin.
Muhaimin menuturkan, hal ini terjadi karena pemerintah dan kita semua belum menemukan konsep yang tepat dari cara mengantisipasi keadaan yang sulit.
Sehingga semua pemerintahan, mulai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga Jokowi menjadi pragmatis tunduk kepada pasar karena dua hal yang dikejar.
Pertama jumlah pengangguran harus cepat teratasi, menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.
”Kalau tidak itu, yang ditakuti pemerintah hanya satu, jumlah pengangguran tinggi sehingga bisa terjadi keresahan sosial, harga-harga naik dan menyebabkan emosi kemarahan masyarakat. Yang penting ekonomi tumbuh dulu, pengangguran teratasi, lupa terhadap substansi konstitusi karena tidak tahu solusinya,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh