Artikel ini ditulis oleh Andre Vincent Wenas, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP).
Ungkapan Jokowi mau menghancurkan PDIP ini terdengar keluar dari mulut Deddy Sitorus, salah seorang petinggi partai banteng.
Dalam wawancaranya dengan KompasTV ketika ditanyakan tentang hubungan (komunikasi) Jokowi dengan PDIP atau terutama dengan Bu Mega sejauh ini, dijawabnya “Hubungan bagaimana, orang cita-cita dia menghancurkan PDIP kok masih ada hubungan dari mana?” (Wawancara KompasTV dengan Deddy Sitorus, Politisi Golkar dan PDIP Bicara Isu Jokowi Gabung ke Partai Golkar, Maret 2024).
Pernyataan publik petinggi parpol di media seperti ini lebih menunjukkan kesewotan parpol itu akibat “kekalahannya” dalam kontestasi pilpres barusan. Cari kambing hitam ketimbang melakukan koreksi ke lingkaran dalam partainya.
Sementara di pileg, PDIP boleh dibilang masih unggul, walau memang secara absolut perolehannya menurun dibanding pemilu lalu.
Mencari kambing hitam ala Deddy Sitorus ini juga dilakukan oleh Hasto Kristiyanto, Sekjen PDIP. Dia bilang ada “kekuatan besar” di belakang Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berupaya mengintersep hasil hitung cepat (quick count).
Untuk mendukung pernyataannya (Sabtu, 9 Maret 2024) Hasto mengaku telah bicara dengan para pakar teknologi informasi soal adanya anomali pada hitungan Sirekap waktu itu. Persisnya dia bilang begini:
“Kami bertemu dengan pakar IT, tidak hanya terkait dengan KPU, (tapi) ada kekuatan besar di belakang KPU yang kemudian menggunakan Sirekap untuk merancang suatu desain melalui quick count yang di-intercept.”
Wuih, dahsyat sekali. Walau tak dijelaskan siapa “kekuatan besar itu” yang telah meng-intercept KPU. Ini seperti khayalan atau imajinasi anak SD yang kalah main kelereng lalu menyalahkan bunyi klakson truk yang telah mengagetkannya sehingga sentilannya malah merugikan dirinya sendiri.
Malah Hasto dengan serampangan menuduh PSI sebagai pihak yang diuntungkan dengan “ulah kekuatan besar” itu. Padahal lewat beberapa podcastnya Grace Natalie sudah menjelaskan bahwa perhitungan resmi KPU sedang berjalan. Dan Sirekap merupakan mekanisme pelengkap (tidak wajib) yang diselenggarakan oleh KPU untuk membantu, sebagai data pembanding.
Sirekap ini adalah sistem baru yang sayangnya banyak kekeliruan dalam membaca data faktual. Sehingga menimbulkan banyak salah persepsi.
Mengenai ini KPU sendiri sudah mengakuinya, tapi sayang parpol yang mestinya bisa memahami dan menjelaskan ke publik malah ikut-ikutan memperkeruh keadaan. Maka KPU-pun mengambil langkah menyetop penayangan grafis Sirekap.
Deddy Sitorus dan Hasto Kristiyanto adalah dua petinggi dari parpol besar, tapi sayang tidak punya ketinggian cara pandang dan kebesaran hati untuk menjernihkan persoalan kepada masyarakat.
Siapa pun yang cermat mengikuti langkah politik Jokowi bisa dengan jujur melihat upayanya membangun koalisi besar adalah untuk membawa Indonesia lepas dari jebakan middle-income trap.
Persatuan Indonesia, adalah conditio sine qua non untuk memanfaatkan bonus demografi menjelang era keemasan di tahun 2045.
Jakarta, Selasa 12 Maret 2024
[***]