KedaiPena.Com – Anggota DPR Fraksi Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin menilai, bahwa pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan oleh pimpinan DPR sesat dan cacat prosedur.
Hal tersebut disampaikan oleh Didi sapaanya saat menanggapi polemik yang terjadi saat rapat paripurna pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja di DPR RI, Senin, kemarin.
“Sudah 3 periode saya jadi anggota DPR RI. Baru kali ini saya punya pengalaman yang tidak terduga. Pimpinan DPR telah mengesahkan RUU yang sesat dan cacat prosedur,” tegas Didi, Kamis, (7/10/2020).
Yang mengecewakan, kata Didi, Tidak adanya selembar pun naskah RUU terkait Ciptaker yang dibagikan saat rapat paripurna yang berlangsung tanggal 5 Oktober 2020 tersebut.
“Jadi pertanyaanya, sesungguhnya RUU apa yang telah diketok palu kemarin tanggal 5 Oktober 2020 itu. Harusnya sebelum palu keputusan diketok, naskah RUU Ciptaker sudah bisa dilihat dan dibaca oleh kami semua,” papar Didi.
Padahal, kata Didi, beberapa Anggota DPR kemarin hadir pada forum rapat tertinggi DPR. Dalam forum rapat tertinggi ini, kata Didi, adalah wajib semua yang hadir diberikan naskah RUU tersebut.
“Jangankan yang hadir secara fisik yang hadir secara virtual pun harus diberikan. Sebagai perbandingan, jangankan RUU yang Ciptaker yang sangat penting ini. Bahan-bahan untuk rapat tingkat komisi dan badan kami bisa mendapatkannya beberapa hari sebelumnya. Kenapa justru RUU Omnibus Law Ciptaker yqng berdampak luas pada kehidupan kaum buruh, UMKM, lingkungan hidup dan lain – lain tidak tampak naskah RUUnya sama sekali,” papar Didi.
Dengan demikian, tegas Didi, seharusnya pimpinan DPR memastikan dulu bahwa RUU yang begitu sangat penting dan krusial serta berdampak pada nasib buruh, pekerja, UMKM, lingkungan hidup sudah ada di tangan seluruh anggota DPR baik yang fisik ataupun virtual.
“Padahal di forum rapat tertinggi paripurna, setiap anggota Dewan hadir mewakili daerah pemilihannya, mewakili suara yang memilihnya. Mewakili aspirasi dan harapan besar rakyat Indonesia, adalah wajib mendapatkan bahan dan informasi yang utuh,” tutur Didi.
Disamping itu, tegas Didi, hal yang janggal lainnya undangan rapat diberitahu kepada anggota hanya beberapa jam sebelum paripurna dimulai.
“Inilah undangan rapat yang telah memecahkan rekor undangan secepat kilat. Ada apa gerangan ini? Sungguh tidak etis untuk sebuah RUU sepenting dan krusial ini,” tutur Didi.
“Padahal sudah dijadwal sebelumnya akan dilakukan pada tgl 8 Oktober 2020. Tiba-tiba menjadi 5 Oktober, tanpa informasi yang cukup dan memadai. Sehingga rapat itu menjadi rapat yang dadakan, tergesa-gesa dan dipaksakan,” pungkas Didi.
Laporan: Muhammad Hafidh