KedaiPena.Com – Ekonom senior Fadhil Hasan memandang, jika banyak pihak yang menolak rencana PPN untuk sembako dan pendidikan disebabkan lantaran terjadinya distrus atau ketidakpercayaan tinggi dengan berbagai kebijakan pemerintah.
Rencana, ini sendiri tertuang dalam
daft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
“Sayangnya, yang terjadi saat ini adalah bahwa terdapat distrust yang cukup tinggi, sehingga dikhawatirkan penerapan reformasi KUP tidak akan berjalan efektif. Distrust itu terjadi justru karena banyaknya kebijakan pemerintah yang tidak konsisten, sensitif dan kontroversial. Misalnya saja terkait dengan pelemahan KPK, rencana impor beras, pembatalan haji, pemindahan ibukota, anggaran alutsista dan banyak lagi,” kata dia, Sabtu, (12/6/2021).
Ia pun mengakui, yang sering dilupakan dalam revisi pajak akhir-akhir ini adalah kepercayaan publik.
“Revisi KUP apapun itu bisa berjalan efektif manakala trust kepada pemerintah cukup kuat,” papar Fadhil Hasan.
Fadhil Hasan menyarankan dalam membangun kepercayaan publik diperlukan narasi kebijakan yang rasional.
“Membangun kepercayaan publik dengan menghadirkan kebijakan publik yang rasional, dan dapat diterima karenanya menjadi sekarang ini sebelum penerapan revisi KUP ini dijalankan”, ungkap Fadhil Hasan.
Fadhil Hasan menilai revisi UU KUP harus ditempatkan pada konteks yang lebih luas yakni reformasi perpajakan yang juga menyangkut kelembagaan, transformasi ke arah digitalisasi perpajakan, dan sumber daya manusia pajak untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan sederhana, dan bersih.
“Jadi narasi yang harus bangun tidak sekedar terkait dengan peningkatan dan penambahan komoditas yang terkena pajak, peningkatan tingkat pajak, dan program pengampunan pajak. Narasi ini yang kurang dikomunikasikan kepada publik,” tegas Fadhil.
Fadhil menyarankan, kepada Sri Mulyani bahwa faktor timing dan waktu juga menjadi pertimbangan penting.
“Kala pandemi, adalah tidak bijak menarasikan kenaikan pajak dan pengampunan pajak tanpa menyampaikan kapan hal tersebut akan dilaksanakan. Karena itu penting untuk disampaikan bahwa penerapan KUP tersebut dilakukan setelah ekonomi sepenuhnya pulih dan pertumbuhan kembali ke alurnya yang normal”, beber Fadhil Hasan dalam zoominari kebijakan publik.
Narasi Institute berharap pembahasan RUU Reformasi Pajak seperti penerapan dan kenaikan PPN untuk kebutuhan pokok, kenaikan PPH, dan pengampunan pajak serta kewenangan aparat pajak untuk menangkap wajib pajak serta isu lainnya harus terlebih dahulu didiskusikan dengan Parlemen dan publik secara luas.
Fadhil Hasan pun menyarankan, pengenaan PPN sembako sebaiknya dihindarkan karena merugikan ekonomi dan masyarakat dibandingkan manfaatnya.
“Dalam hubungan dengan pengenaan PPN untuk bahan kebutuhan pokok yang selama ini menjadi non-BKP dan pendidikan hendaknya hal ini dihindarkan. Dampaknya akan lebih banyak merugikan ekonomi dan masyarakat dibandingkan manfaatnya. Pendidikan akan semakin mahal dan justru bertolak belakang dengan agenda peningkatan SDM, demikian juga menyangkut kebutuhan pokok,”jelas dia.
Fadhil menyatakan yang perlu diperluas pajak adalah benda yang inelastis permintaannya seperti barang mewah.
“Yang perlu dipertimbangkan adalah kenaikan PPN untuk barang mewah yang bersifat inelastic (konsumsi masyarakat atas),” tandas Fadhil Hasan.
Laporan: Muhammad Hafidh