POLEMIK pengangkatan Iriawan sebagai Pejabat (PJ) Gubernur Jawa Barat (Jabar) memasuki babak baru, setelah Jokowi menepis pengangkatan Iriawan merupakan usul dirinya.
Usulan itu merupakan hasil olah kajian dan hasil proses Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk memilih dan memilah siapa yang berhak untuk mengisi posisi Ahmad Heryawan (Aher) sebagai Gubernur Jawa Barat yang telah habis masa baktinya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pengangkatan Iriawan merupakan usulan Jokowi dan sudah sesuai Undang-Undang.
Bahkan Tjahjo menyatakan bahwa Iriawan merupakan pilihan Jokowi sendiri, setelah usulan Kemendagri selain Iriawan ditolak oleh Jokowi.
Dugaan yang merebak selama ini, terkait ada desain yang dimainkan oleh Tjahjo Kumolo setelah penolakan Iriawan untuk menjabat sebagai gubernur dan kemudian pemutasian Iriawan menjadi Sekretaris Utama di Lemhannas menjadi benar adanya.
Tjahjo Kumolo telah memanfaatkan jabatannya sebagai menteri untuk memuluskan jalan politiknya. Mengingat bahwa Tjahjo Kumolo merupakan bagian daripada PDIP yang mengusung pasangan calon di Jawa Barat, untuk berkontestasi dalam pilkada, pada Minggu mendatang.
Maka dari itu, untuk menjaga netralitas dan demokrasi yang terus berjalan dalam pilkada serentak 2018, Jokowi didesak mencopot jabatan menteri yang melekat pada Tjahjo Kumolo. Dan membatalkan pengangkatan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jawa Barat.
Bantahan Jokowi terkait penunjukan dan pelantikan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar menegaskan Tjahjo Kumolo melanggar UU dan mengamini atas terlaksananya maladministrasi.
Maka dari itu, melihat pelanggaran dan mal administrasi tersebut, sudah sepatutnya Jokowi mencopot Tjahjo Kumolo dari kursi menteri.
Pencopotan dan pemecatan Tjahjo Kumolo dari posisi menteri akan menjadi bukti bahwa Jokowi sebagai presiden menjalankan prinsip pemerintahannya yang tegas tanpa kompromi.
Oleh Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Slaska), Adri Zulpianto