SALAH satu indikator menguatnya infiltrasi Cina dan komunis lokal adalah polemik Freeport. Tahun 2004, komunis lokal menunggangi LSM “sok nasionalis” menutup PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Ampas mercury dari tambang tradisional dituding hasil kerja Newmont. Rakyat marah. Pemerintah tertekan. Newmont ditutup.
Hasil? Tidak ada apa-apa. Cuma memuaskan dahaga retorika “nasionalisasi”. Ribuan orang kehilangan pekerja. CSR otomatis berhenti. Aktifis dapat panggung.
Komunis lokal hendak bereksprimen nasionalisasi ala Mao Zedong. Cina sukses mengusir semua investasi asing dan misionaris. Periode kemiskinan yang panjang dilewati oleh Partai Komunis Cina. Jutaan orang tewas. RRT bakal amblas bila Deng Xiao Ping tidak mereformasi diri.
‘Anyway’, Cina sukses melancarkan gerakan “nasionalisasi”. Indonesia belum tentu. Ide meng-‘copy paste’ ‘Chinese Way’ bukan hanya naif, tapi juga berbahaya.
Bila Freeport diusir, katanya Beijing dan BCA siap ‘take over’. Zara Zettira memposting itu di ‘wall’ akun ‘facebook’-nya. Nanik Deyang greget dengan komentar seorang Ahoker yang ‘campaign’ rencana pemerintah usir Freeport. Jika Ahoker mendukung, artinya ini program tidak patut digubris.
Sulit dipercaya bila pemerintah sanggup mengolah tambang. Sama seperti ketidak-mampuan Pertamina mengeksplorasi minyak. Kemungkinan besar, Beijing memang benar siap-siap ambil alih. Lantas, taipan rasis keturunan ‘Chinese’ adalah pihak paling siap menjadi pemilik saham.
Jadi, slogan “nasionalisasi” sebenarnya menguntungkan para taipan ini. Amat diragukan bila kolaborasi komunis dan taipan rasis bisa memberi kesejahteraan bagi rakyat. Khususnya orang Papua.
Cara-cara diktatorial komunis lebi keji dibanding eksploitasi Amerika. Freeport menggelontorkan 1 triliun rupiah per tahun sebagai dana CSR.
Beijing belum tentu akan lakukan itu. Mereka ngga terbiasa musyawarah. Dikit-dikit gebuk. Nuduh makar. Masukin aktifis kritis ke dalam ‘camp’ konsentrasi. Mengerikan.
Freeport memodernisasi Timika. Rumah Sakit Kelas I, sekolah, rumah ibadah, pemberdayaan masyarakat, serap tenaga kerja lokal dan lain sebagainya.
Memang, laba mereka nyaris tak terhingga. Eksploitasi tetap eksploitasi. Namun, bila dikelola komunis, mungkin hasilnya lebi buruk dari itu. Adagiumnya, lepas dari mulut buaya masuk mulut harimau. Harimaunya lima ekor pulak.
KedaiPena.Com- Kebijakan pemerintah memperpanjang izin ekspor konsentrat tembaga kepada PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga Mei 2024, dianggap akan jadi preseden...
KedaiPena.Com- Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Demokrat (FPD) Santoso tidak mempermasalahkan pernyataan dari pengacara Kamaruddin Simanjutak yang menyebut...
This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy. I Agree