KedaiPena.Com – Kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo yang melibatkan sejumlah orang Partai Gerindra dalam kebijakan ekspor benih lobster menunjukkan relasi politik dan bisnis masih sangat kuat di Indonesia
“Ada semacam kongkalingkong antara oligarki partai politik dengan oligarki ekonomi. Pola seperti itu sebenarnya pola lama dan diduga terjadi juga di semua partai politik di Indonesia,” ucap Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (Cespels) Ubedilah Badrun, Selasa, (7/7/2020).
Menurut Ubed sapaannya, hal tersebut terjadi lantaran politik di Indonesia berbiaya mahal. Sehingga mendorong untuk memanfaatkan akses peluang bisnis ke menteri yang berasal atau berafiliasi dengan partai politik tersebut.
“Pola ini tidak akan hilang sebelum ada undang-undang yang melarangnya. Tetapi secara moral politik itu pelanggaran etik, ada semacam kemungkinan abuse of power, penyalahgunaan kekuasaan dari sang nenteri yang berasal dari partai politik,” tambahnya.
Selanjutnya, Ubed menilai, terkait orang-orang Gerindra yang berbisnis dan mendapat proyek dari KKP sebagai perusahaan ekspor benih lobster, tentu masuk juga sebagai problem oligarki politik dan oligarki ekonomi.
“Iya betul, politik aji mumpung atau mumpung jadi menteri mereka manfaatkan untuk mencari sumber sumber finansial, karena berasal dari partai yang sama antara politisi yang jadi menteri dan yang jadi pengusaha. Sebetulnya itu bisa dijerat KPK jika prosedurnya tidak standar,” katanya.
Dengan demikian, Ubed mengatakan, perlunya sebuah undang-undang yang mengatur sebuah pelarangan menteri bekerjasama dengan pebisnis dengan partai yang sama.
“Iya, perlu dimuat dalam suatu undang-undang yang mengatur pelarangan Menteri bekerjasama dengan pebisnis yang berasal dari partai yang sama,” tandas Ubed.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan, tidak semua yang diberikan izin impor berasal dari partai Gerindra.
Edhy mengungkapkan, yang memberikan izin bukan berasal dari menteri langsung, melainkan tim yang terdiri atas Direktorat Jenderal terkait, Inspektur Jenderal (Irjen), hingga Sekretaris Jenderal Kementerian.
“Kalau ada yang menilai ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah. Saya siap dikritik tentang itu. Tapi coba hitung berapa yang diizinkan itu mungkin tidak lebih dari 5 orang atau 2 orang yang saya kenal,” kata Edhy dalam rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Jakarta, Senin (6/7/2020).
“Kebetulan salah satu dari 26 itu ada orang Gerindra dan saya juga nggak bisa mengkomunikasikan. Yang memutuskan juga bukan saya, tim. Surat pemberian izin itu tidak dari menteri tapi dari tim yang sudah ada,” ujarnya.
Laporan: Muhammad Lutfi