DIPASTIKAN aksi goreng saham di pasar modal bagi khalayak adalah perilaku yang dapat mengendalikan harga saham di pasaran secara menyeluruh.
Dan untuk kalangan praktisi maupun akademisi di pasar modal, goreng saham dapat disebut sebagai ‘cornering market‘.
‘Cornering market‘ adalah bentuk kapitalisasi pasar yang pada akhirnya dapat mengendalikan nilai atau harga seluruh saham yang ada di pasar.
Untuk dapat menjadi ‘cornering market‘, syarat mutlaknya memiliki kapital atau modal dari nilai atau harga saham seluruhnya, paling tidak dua kali lipat dari seluruhnya.
Maka untuk menjadi penggoreng saham di pasar modal di Indonesia, harus memiliki modal yang setidak-tidaknya puluhan ribu triliun. Karena boleh jadi nilai saham di Indonesia senilai ribuan triliun.
Maka oleh karenanya, dalam hukum dan penegakan hukum, harus menghindari asumsi. Karena itu dapat melanggar hak azazi manusia, hati-hati dalam menegakannya.
PT Asuransi Jiwasraya, dalam perkara adalah gagal investasi, dapat disebut sebagai kegagalan kebijakan yang diambil oleh direksi. Dan hal tersebut tidak dapat dipidana.
Namun, bilamana terdapat maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan orang lain, atau badan hukum lain, maka mutlak dipidana.
Perkara PT Jiwasraya adalah kegagalan investasi yang bukan karena goreng-menggoreng saham. Tetapi atas kebijakan dan SOP yang telah dibuat oleh orang-orang yang membuatnya. itulah yang harus ditindak.
Pola pemeriksaan yang mengacu pada goreng-menggoreng saham adalah bentuk penyesatan hukum yang ingin melindungi siapa sesungguhnya pelaku dan penikmat keuntungan dari Jiwasraya.
Di sisi lain, hal tersebut menghancurkan orang ya g tidak salah apa-apa. Sadis. Apalagi cara penegakan hukumnya dengam cara membangun opini. Wes bablas deh Indonesia-ku.
Marilah kita hindari dahulu hukum opini yang lebih mengakomodir hukum sosial. Karena untuk menangani perkara PT Jiwasraya, bukanlah perkara lerceraian suami istri yang hanya berkalang pada permainan kata dan opini.
Oleh Ketua Umum Advokasi Rakyat untuk Nusantara (ARUN), Bob Hasan