KedaiPena.Com – Ketua Umum Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) Poempida Hidayatullah menyebutkan di dalam Al-Quran surat Al-Araf ayat 31 menjelaskan manusia diberikan kebebasan untuk makan dan minum, tetapi jangan berlebihan.
Demikian hal itu disampaikan oleh Poempida saat mengisi kegiatan ngaji kepemimpinan dalam islam dengan tema ‘Mengambil Hikmah Dari Puasa: Latihan Menekan Nafsu Kekuasaan dan Keserakahan Politik’ yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian Dialektika, Selasa (12/4/2022).
“Bukan hanya makanan dan minuman tapi kita dibatasi oleh berbagai macam batasan, bayangkan kalau misalnya kalau kebebasan itu sebebas bebasnya dan tidak peduli dengan kebebasan yang lain, dengan bebasnya itu bisa saling konflik. Karena kita tidak melihat adanya batasan, segala sesuatu seyogyanya kalau mau teratur yah dibatasi,” ucapnya.
Ia juga menyampaikan, di dalam UUD 1945 telah menjelaskan kekuasaan kepala negara itu tidak tak terbatas, sehingga memiliki artinya yang terbatas. Terbatas yang dimaksud bukan hanya terbatas dalam ruang lingkupnya saja, akan tetapi masa waktu sesuatu pasti memiliki batasan.
“Secara naturalnya manusia akan mati, nah itu sudah ada batasnya secara natural,” katanya.
Menurutnya, didalam konteks menjaga ketertiban dan menghargai orang lain, sesuatu kebebasan yang dibatasi oleh batasan lainnya harus dapat dipahami secara baik, agar tidak merusak sebuah tatanan.
“Banyak orang yang tidak paham, sehingga dia mengimplementasikan sebuah kebebasan berlebihan, kemudian merusak tatanan, padahal sebetulnya kebebasan itu dibatasi oleh batasnya orang lain,” imbuhnya.
Selain itu, ia menuturkan kekuasaan merupakan sesuatu yang real dimiliki serta dapat digunakan untuk melakukan sesuatu yang konkrit atau hanya menggunakan kekuasaan yang abstrak saja.
“Ketika abstrak itu terjadi, artinya sudah terjadi abstrak lagi, tapi seolah-olah kita tergila-gila dengan kekuasaan,” jelasnya.
Pada kesempatan itu, ia juga menceritakan Umar Bin Khattab yang bertemu dengan seorang ibu-ibu yang buta, dimana dikediaman ibu tersebut saat itu selalu ada seseorang yang datang untuk membersihkan rumah dan menyiapkan makanan serta lainnya. Ternyata hal tersebut dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq yang pada saat itu menjabat sebagai khalifah. Dengan hal itu Umar pun menangis lantaran hal yang mulia telah dilakukan oleh Abu Bakar Ash Shiddiq.
“Bayangkan ini orang yang memiliki pengaruh luar biasa, tapi dia itu punya kerendahan hati yang dasyat, kalau kekuasaan tanpa ada kerendahan hati memunculkan keserakahan, ria, takabur. Tapi kekuasaan dibarengi dengan akhlak yang baik dan kerendahan hati insyaallah akan banyak memberikan contoh,” ujarnya.
Bukan hanya itu, ia menceritakan ketika Umar Bin Khattab pada saat memasuki suatu daerah, dimana Umar menggunakan pakaian uang lusuh sehingga tidak ada yang menyangka orang tersebut Umar Bin Khattab.
“Jadi rasanya di dalam bulan Ramadhan ini banyak kisah teladan yang bisa diambil, bagaimana kita mengambil atau mempraktikkan,” ungkapnya.
Ia juga mengatakan, kekuasaan bukan hanya sekedar mendapat sesuatu dari kekuasaan, tetapi bagaimana menjadikan kekuasaan dapat membantu semua orang dan dapat memberi kesempatan perubahan kepada yang lain.
“Makin hari makin langka karakter seperti ini, sekarang yang bersinggungan dengan kekuasaan pasti orientasi istilahnya menindak kebawah, kedua mencari kekayaannya diri sendiri, dan pasti orangnya penuh ria, takbur. dulu kita punya seperti Muhammad Hatta ketika waktu itu ditawarkan naik haji dibiayai negara tapi tidak mau, ini kan karakter tersendiri,” katanya.
Tidak itu saja, ia menuturkan Indonesia memiliki banyak cerita seperti itu, dan bagaimana hubungan dalam konteks agama, dimana saat itu tidak ada kebencian antar agama satu dan lainnya, serta bagaimana dapat hidup saling percaya yang membuat keindahan.
“Mungkin sekarang kita terlalu sibuk dari gadget, nah gimana kita kembali seperti jaman dulu, kemungkinan kita berlebihan di dunia maya ini, seharusnya kita banyak memperbaiki diri dari akhlak,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi